1.uraikan awal dimuliakan orde baru sebagai peralihan kekuasaan dari orde lama yang dipegang presiden soekarno

Posted on

2.mengapa soekarno mengeluarkan supersemar
3 apa manfaat dari perkembangan industri disekitar petani
4.mengapa pemerinta orde baru mengubah sikap politik luar negeri indonesia
5.bagaimana kondisi sosial masyarakat selama Kebelangsungan pelita V

1.uraikan awal dimuliakan orde baru sebagai peralihan kekuasaan dari orde lama yang dipegang presiden soekarno

1. Kronologis awal mula orde baru
Kronologis lahirnya orde baru
a. 30 September 1965
Terjadinya pemberontakan G30S PKI
b. 11 Maret 1966
Letjen Soeharto menerima Supersemar dari presiden Soekarno untuk melakukan pengamanan
c. 12 Maret 1966
Dengan memegang Supersemar, Soeharto mengumumkan pembubaran PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang
d. 22 Februari 1967
Soeharto menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari presiden Soekarno
e. 7Maret 1967
Melalui sidang istimewa MPRS, Soeharto ditunjuka sebagai pejabat presiden sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilu
f. 12 Maret 1967
Jenderal Soeharto dilantik menjadi presiden Indonesia kedua sekaligus menjadi masa awal mula lahirnya era orde baru

2. Untuk memberikan laporan pada bapak Soerhato selaku panglima Komando Operasi Keamanan

3. Manfaat perkembangan
dengan begitu petani lebih mudah dengan peralatan yang canggih dan industri yang baik

4. Salah satu penyebab banyaknya perubahan dan perbedaan adalah pengaruh dari latar belakang pemimpin negara itu sendiri. Soeharto merupakan keturunan priyayi yang menganut kepercayaan masa pra-islam, atau yang biasa disebut dengan abangan dan Jawanisme. Dengan latar belakang tersebut, Soeharto tidak mengambil keputusan berdasar pada pertimbangan-pertimbangan agama atau islami. Kemudian karena Jawanisme yang kuat, beliau juga memandang dunia dari pandangan Jawa, dimana Jawa adalah pusat dunia dan Indonesia memang ditakdirkan untuk berperan dominan dalam permasalahan di lingkup internasional. Atas dasar Jawanisme itu pula akhirnya pemerintahan Soeharto tidak membuka celah yang lebar bagi rakyat atau masyarakat yang berada ‘di bawah’ untuk menyuarakan pendapat