3 hadits tentang hari kiamat DAN MAKNANYA!!​

Posted on

3 hadits tentang hari kiamat DAN MAKNANYA!!​

3 hadits tentang hari kiamat DAN MAKNANYA!!​

Pertama

يَذْهَبُ الصَّالِحُوْنَ الأَوَّلُ الأَوَّلُ، وَتَبْقَى حُثَالَةٌ كَحُثَالَةِ الشَّعِيْرِ اَوِ التَّمْرِ.

Maknanya

=》orang shalih dan shalihah sudah jarang dijumpai.kurangnya orang yang berbuat dan lupa dengan kebaikan dan tumbuhnya kejahatan yang merajalela.

Kedua

اَنْ يُتَّخَذَ الاَمَانَةُ مَغْنَمًا وَالزَّكَاةُ مَغْرَمًا، وَيُتَعَلَّمُ الْعِلْمُ لِغَيْرِ دِيْنٍ.

Maknanya

=》amamat di sepelehkan dan ilmu yang dipelajari bukan untuk agama maupun kebaikan melainkan untuk kejahatan.

Ketiga

إِذَا أَطَاعَ الرَّجُلُ زَوْجَتَهُ وَ عَقَّ أُمَّهُ، وَأَدْنَى صَدِيْقَهُ وَأَقْصَى أَبَاهُ، وَارْتَفَعَتِ الأَصْوَاتُ فِي الْمَسَاجِدِ.

Maknanya

=》kaum laki laki jauh dari masjid dan durhaka pada istri dan ibunya.

Pertama

Tidak ada orang yang membantu dan menolong agama Islam. Ini adalah sabda Nabi SAW:

يَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ، اَلصَّابِرُ عَلَى دِيْنِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ.

Akan datang suatu masa kepada manusia, di mana orang yang bersabar dalam memegangi agamanya seperti orang yang menggenggam bara api. [HR. al-Tirmidzi dari Anas bin Malik RA]

Al-Tirmidzi menilai Hadits ini sebagai Hadits Gharib. Hadits ini juga terdapat dalam: Mu’jam Ibn ‘Asakir; al-Jami’ al-Ahadits karya al-Suyuthi; Misykat al-Mashabih karya al-Tibrizi; dan Kanz al-‘Ummal karya al-Muttaqi al-Hindi.

Kedua

يَكُوْنُ فِي أَخِرِ الزَّمَانِ عُبَّادٌ جُهَّالٌ وَقُرَّاءٌ فَسَقَةٌ.

Akan ada di akhir masa nanti, para ahli ibadah yang bodoh-bodoh dan para ahli Qur'an yang fasiq-fasiq. [HR. Abu Nu’aim dalam al-Hulyah dan al-Hakim dalam al-Mustadrak dari Anas bin Malik RA]

Hadits ini juga terdapat dalam Kanz al-‘Ummal karya al-Muttaqi al-Hindi, Syu’b al-Iman karya al-Baihaqi. Hadits ini berstatus dha’if, karena salah satu perawinya, Yusuf bin ‘Athiyyah diberi label ‘perusak’ (halik) oleh al-Dzahabi. Yahya bin Ma’in menilai Hadits ini dengan komentar: laysa bi-syai’ (bukan apa-apa).

Ketiga

لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِي الْمَسَاجِدِ.

Hari kiamat tidak akan terjadi sampai manusia saling berbangga-bangga terkait masjid-masjid. [HR. Imam Ahmad dalam Musnad; dan Abu Dawud dalam Sunan-nya dari Anas bin Malik RA]

Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir, al-Ausath dan al-Shaghir; Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan al-Baihaqi, Sunan al-Darimy, Shahih Ibn Hibban, Shahih Ibnu Khuzaimah, Musnad Abi Ya’la, Musnad al-Bazzar, Misykat al-Mashabih karya al-Tibrizi dan Kanz al-‘Ummal karya al-Muttaqi al-Hindi. Ibnu Khuzaimaih menilai hadits ini berstatus shahih.

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (Q.S. al-‘Ashr [103]: 1-3).

Kata pertama adalah wawu qasam atau wawu yang menunjukkan makna sumpah. Jika diteliti lebih mendalam, bahwa seluruh ayat yang dimulai dengan qasam (sumpah), pasti merupakan sesuatu yang istimewa dan luar biasa, misalnya: “Demi Fajar”, “Demi Kota Makkah”, “Demi Matahari”, “Demi waktu Dhuha”. Tidak kecuali pada Surat al-‘Ashr ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa “waktu” merupakan sesuatu yang sangat istimewa.

Lantas di mana letak keistimewaan “waktu”? Analisis bahasa Arab kembali mengemuka di sini; kata yang digunakan oleh al-Qur'an adalah al-‘ashr, bukan al-waqt. Kata al-‘ashr pada dasarnya bermakna waktu yang “diperas” sedemikian rupa, sehingga benar-benar optimal. Penulis memahami kata “al-‘ashr” sebagai “waktu yang berkualitas”.

Mengapa disebut waktu berkualitas? Karena ayat berikutnya menjelaskan bagaimana seharusnya kita mengisi detik tiap detik waktu dalam kehidupan sehari-hari. Jika gagal mengelola waktu dengan baik, maka ayat kedua mengingatkan bahwa manusia akan terjerumus pada kerugian. Perpaduan antara huruf taukid (lam) dan huruf jar (fa') pada redaksi lafi khusrin “sungguh di dalam kerugian) mengisyaratkan bahwa keteledoran manusia terhadap waktu “pasti” akan berujung pada kerugian; bahkan oleh Quraish Shihab digambarkan bahwa orang yang demikian itu seolah-olah terkurung dalam “ruangan kerugian” (pemahaman ini mengacu pada penggunaan kata fi yang bermakna “di dalam”).

Semoga membantu

Maaf kalo salah