Tuliskan contoh teks eksposisi tentang kesopanan santunan / kebahasaan berbicara masyarakat di daerah sekitar tempat tinggalmu .

Posted on

Tuliskan contoh teks eksposisi tentang kesopanan santunan / kebahasaan berbicara masyarakat di daerah sekitar tempat tinggalmu .

Dewasa ini, bahasa banyak disalahgunakan oleh para tokoh masyarakat dalam penggunaannya, yang pada mulanya digunakan sebagai interaksi dengan sesamanya (tanpa menyakiti perasaan lawan tuturnya), kini berubah drastis. Mulai dari kurangnya kadar kesopanan dalam bertuturkata, sampai-sampai kata-kata yang tak sepantasnya pun dilontarkan tanpa memiliki rasa salam sama sekali. Kesopanan berbahasa meliputi penggunaan nilai rasa bahasa. Sapir dan Whorf dalam hipotesisnya menyatakan bahwa “bahasa menentukan pola pikir (budaya) manusia pemakai bahasa (penutur) tersebut”. Artinya, setiap tuturan yang dihasilkan oleh seseorang itu mencerminkan dan memberikan gambaran tingkah laku, martabat, serta budi pakerti penuturnya. Jadi, setiap tuturan yang dihasilkan haruslah memiliki kadar kesopanan dalam berbahasa, sehingga tidak menyakiti perasaan lawan tuturnya.

Nilai rasa bahasa tersebut adalah penggunaan bahasa yang memiliki nilai-nilai luhur budaya yang tinggi. Nilai-nilai luhur budaya tersebut antara lain sopan, bermartabat, rendah hati, berbudi pekerti, dan sebagainya.

Berbahasa secara santun adalah penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan situasi. Sebab, setiap situasa yang dihadapi dalam bertutur kata itu berbeda-beda. Baik situasi formal, informal, maupun nonformal semuanya memiliki katentuannya masing-masing. Dalam hal ini, Grice (1975) mengajukan empat prinsip agar komunikasi menggunakan bahasa menjadi santun yang disebut dengan istilah prinsip kerja sama, yaitu (a) prinsip kualitas (jika berbahasa, apa yang dikatakan harus didukung oleh data), (b) prinsip kuantitas (jika berbahasa, apa yang dikatakan cukup seperlunya saja), (c) prinsip relevansi (jika berbahasa, yang dikatakan harus ada hubunganya dengan pokok pembicaraan), dan (d) prinsip cara (jika berbahasa, disamping harus memikirkan pokok masalah yang dibicarakan, juga jara bagaimana cara menyampaikannya).

Pada kenyataannya, penggunaan kesopan santunan dalam berbahasa masih sangat bayak yang belum bisa menggunakannya. Mulai dari masyarakat biasa sampai para tokoh masyarakat pun masih banyak yang belum mampu menggunakan bahasa yang santun. Sebagai contoh saja, pada masa pemilihan cagub dan cawagub Jakarta kemarin. Kita dihebohkan oleh adanya pernyataan dari Bang H. Rhoma yang dinyata-nyata mengandung SARA. Seperti yang kita tahu juga, bahwa Bang H. Rhoma adalah tokoh agama yang sangat berpengaruh dalam masyarakat terutama dalam golongannya. Dan sepatutnya pernyataan seperti itu tidak selayaknya dituturkan oleh para tokoh masyarakat dengan alasan apapun itu. Lebih-lebih di depan khalayak umum dan disiarkan dalam sebuah stasiun televisi swasta.

Hal tersebut merupakan gambaran kecil dari masalah yang menyangkut penggunaan sopan santun dalam berbahasa oleh para tokoh masyarakat. Padahal, sebagian masyarakat Indonesia masih digolongkan sebagai masyarakat paternalistik. Artinya, perilaku tokoh masyarakat akan ditiru dan dijadikan model perilaku bagi masyarakat luas. Oleh karena itu, hendaknya tokoh masyarakat tersebut mampu memberikan contoh dan menjadi contoh bagi masyarakat luas, termasuk ketika berbahasa hanya untuk membatasi cakupan orang yang disebut tokoh masyarakat, penulis memberikan sedikit pandangan mengenai pengertian tokoh masyarakat.

Memang sungguh masih sangat memprihatinkan sekali. Apalagi, berkomunikasi (bertutur kata) adalah kegiatan yang tak bisa lepas dari kehidupan manusia, mulai dari lahir sampai ia meninggal. Jadi, sudah sepantasnya, ketika bertutur kata lebih memperhatikan kesopanan dalam berbahasa dan menjaga perasaan lawan tuturnya. Sehingga tidak terjadi peperangan perkataan (saling sindir-menyindir). Sebab, hal tersebut akan menurunkan harga diri (martabat) dari penuturnya sendiri. Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa bahasa mempengaruhi pola pikir manusia (pemakainya).