SEBAB
pada masa Order Baru, wadah penyaluran aspirasi rakyat sangat dibatasi
(tolong penjalasannya)
Lahirnya Reformasi di Indonesia membuka peluang bagi rakyat untuk membentuk partai politik sebagai wadah penyaluran aspirasi
PREMIUM
JELAJAHI
BAGIKAN:
News Nasional
21 Mei 1998, Saat Soeharto Dijatuhkan Gerakan Reformasi…
Senin, 21 Mei 2018 | 06:48 WIB
Presiden Soeharto saat mengumumkan pengunduran diri di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Mei 1998.
JAKARTA, KOMPAS.com — Hari ini tepat 20 tahun silam, 21 Mei 1998, tercatat sebagai salah satu momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebab, pada Kamis pagi itu, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.
Presiden Soeharto menyatakan mundur setelah berkuasa selama 32 tahun, terhitung sejak dia mendapat "mandat" Surat Perintah 11 Maret 1966. Pidato pengunduran diri Soeharto dibacakan di Istana Merdeka sekitar pukul 09.00 WIB.
Dalam pidatonya, Soeharto mengakui bahwa langkah ini dia ambil setelah melihat "perkembangan situasi nasional" saat itu.
Tuntutan rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang, terutama permintaan pergantian kepemimpinan nasional, menjadi alasan utama mundurnya Soeharto.
"Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, kamis 21 Mei 1998," ujar Soeharto, dilansir dari buku Detik-detik yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (2006) yang ditulis Bacharuddin Jusuf Habibie.
Dengan pengunduran diri ini, Soeharto menyerahkan kekuasaan kepresidenan kepada Wakil Presiden BJ Habibie.
"Sesuai dengan Pasal 8 UUD ’45, maka Wakil Presiden Republik Indonesia Prof H BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden Mandataris MPR 1998-2003," ucap Soeharto.
Perjuangan mahasiswa
Gerakan reformasi merupakan penyebab utama yang menjatuhkan Soeharto dari kekuasaannya. Aksi demonstrasi ini mulai terjadi sejak Soeharto menyatakan bersedia untuk dipilih kembali sebagai presiden setelah Golkar memenangkan Pemilu 1997.
Situasi politik saat itu memang penuh dinamika, terutama setelah terjadinya Peristiwa 27 Juli 1996 di kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Pemerintah dinilai menjadi penyebab terjadinya Peristiwa Sabtu Kelabu karena mencopot Megawati Soekarnoputri dari jabatan Ketua Umum PDI sehingga menimbulkan dualisme partai.
Popularitas Megawati yang meroket ketika itu, juga statusnya sebagai anak Presiden Soekarno, memang menjadi ancaman bagi kekuasaan. Apalagi, Megawati menjadi pimpinan partai menjelang Pemilu 1997