Jelaskan isu tekait pasar valuta asing yang berkembang saat ini

Posted on

Jelaskan isu tekait pasar valuta asing yang berkembang saat ini

Jawaban:

"Setiap terjadi tekanan pelemahan terhadap rupiah sering direspons dengan peningkatan supply valas dari eksportir dan investor asing, sehingga rupiah tidak melemah cukup tajam," kata Nanang saat dihubungi, Sabtu, 30 Maret 2019.

Dia melihat perkembangan kurs rupiah dalam beberapa bulan terakhir, terutama sejak November 2018 stabilitasnya semakin terjaga. Hanya saja, kata dia, ketika pasar keuangan global yang, misalnya, dipicu oleh issue perang dagang atau brexit, arus modal keluar. Hal itu, karena profit taking oleh investor asing.

Tekanan yang dipengaruhi faktor sentimen ini, kata dia, tidak bertahan lama, investor asing kembali memasok valas ketika global risk off nya sudah reda.

"Jadi kalau rupiah melemah dalam rentang yang sempit, itu merupakan hal yang wajar, karena kurs ditentukan olen mekanisme supply-demand di pasar," ujarnya.

Saat ini, kata Nanang, di tengah tekanan yang cukup berat terhadap seluruh mata uang Emerging Market yang dipicu kecemasan perlambatan ekonomi global dan gejolak pasar keuangan Turki, BI terus berupaya memastikan rupiah terjaga stabilitasnya.

Menurut dia, pelaku pasar perlu meyakini Indonesia berbeda atau terdiferensiasi dari Turki. Indonesia menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang sangat memegang prinsip kehati hatian atau pruden, konsisten, disiplin, dan sesuai international best practices.

"Kondisi yang terjadi pada pasar keuangan Turki tidak akan terjadi di Indonesia. Hal ini karena justru Bank Indonesia sedang mendorong pendalaman pasar valuta asing dan pasar uang, agar lebih likuid, efisien, dan sehat," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, kata dia, tekanan yang cukup berat pada mata uang Lira Turki dipicu oleh tidak berfungsinya pasar valuta asing di negara tersebut dan melonjaknya suku bunga pinjaman overnight di pasar swap offshore hingga 1.000 persen," ujar Nanang.

Hal ini, kata Nanang, memicu kecemasan di kalangan investor global, bahwa hal ini akan dialami oleh negara berkembang lainnya sehingga memicu rambatan ke pasar keuangan seluruh negara emerging market.

Adapun, kata dia, kinerja ekonomi terakhir juga perbedaannya sangat signifikan. Tingkat inflasi di Turki saat ini mencapai 19 persen, sedangkan inflasi Indonesia sudah dalam beberapa tahun ini terjaga stabil di sekitar 3 persen.

Ekonomi Indonesia tetap tumbuh stabil di sekitar 5 persen, ekonomi Turki hanya tumbuh 3,48 persen. Defisit neraca transaksi berjalan Indonesia di 2,9 persen (2018) sedangkan Turkey 5,0 persen. Suku bunga kebijakan bank sentral di Indonesia 6,0 persen (BI 7 days Reverse Repo), sedangkan Turkey mencapai 24 persen (one week repo), terakhir Credit Default Swap (CDS) Indonesia 104 bps, sedangkan Turki sangat tinggi di 448 bps.