Kemukakan cara melakukan musyawarah mufakat
DALAM setiap majelis atau perjamuan besar, pasti ada persoalan bersama yang dibahas. Dan, nantinya akan menjadi sebuah ketetapan bersama. Persoalan bersama itu antara lain membahas program kerja, juga pemilihan pengurus baru.
Rembuk desa, ini kalau di kampung, kongres, muktamar atau munas, kalau di partai. Esensinya sama, yaitu bagaimana cara dan proses pengambilan keputusan ditempuh. Jika tidak mengagendakan pergantian pengurus, biasanya, rapat dipimpin langsung oleh kepala desa, ketua RT, ketua RW, atau ketua umum partai.
Namun, jika salah satu acara pentingnya adalah pergantian pengurus, atau kepala desa atau ketua umum, rapat dibuka oleh ketua panitia yang ditunjuk. Seterusnya, peserta musyawarah menetapkan pimpinan rapat. Pimpinan rapat yang dipilih oleh seluruh peserta itulah yang mengatur jalannya rapat.
Agar tertib, dibuatlah aturan main atau sering disebut tata tertib. Biasanya, tata tertib berisi tentang tata cara dan persyaratan teknis. Semua diputuskan secara terbuka di forum rapat. Itulah kebijaksanaan permusyawaratan yang kita kenal dengan sistem demokrasi. Selain demokrasi, tak ada proses pengambilan keputusan secara kolektif, tapi berdasarkan titah atau perintah raja, atau presiden, atau menteri, atau lurah sekalipun yang ditetapkan sesuai kehendaknya.
Beruntung, jika keputusan sepihak itu mampu mewujudkan keinginan warga atau rakyat, misalnya menjamin kesehatan, kesejahteraan, maupun pendidikan, juga penyediaan pekerjaan yang layak. Sebaliknya, keputusan itu akan menicu pertentangan atau perlawanan, juga konflik horisontal dan vertikal, jika keputusan itu justru membuat warga dan masyarakat umum makin menderita, makin miskin, hidup susah, kebebasan berekspresi dikekang.
Di alam demokrasi, pengambilan keputusan dapat ditempuh setidaknya dengan tiga cara. Yaitu, musyawarah mufakat. Cara ini diyakini mampu mengakomodasi seluruh kepentingan, mayoritas dan minoritas. Cara ini dianggap paling ideal, karena yang besar akan mengayomi yang kecil, sebaliknya yang kecil tidak merongrong yang besar.
Cara berikutnya adalah voting, yaitu pemungutan suara (voting). Langkah itu ditempuh jika musyawarah mufakat tidak tercapai. Konteksnya, semua pihak harus menghormati keputusan yang ditempuh secara voting, apapun hasilnya, dan berapapun selisih suaranya.
Satu lagi, jalur aklamasi. Biasanya ditempuh jika sudah diketahui sikap mayoritas peserta. Sebetulnya, aklamasi itu juga voting, tapi tidak dengan menempuh pola formal voting dengan pemungutan suara dan dihitung jumlah suaranya. Begitu secara kasat mata mayoritas peserta setuju, keputusan langsung dibuat tanpa harus menghitung ulang berapa yang setuju dan berapa yang menolak.
Aklamasi biasanya ditempuh dengan cara tunjuk jari. Soal siapa yang memiliki hak suara, itu yang diatur dalam tata tertib. Bisa one man one vote (perorangan langsung) atau one grup one vote (perwakilan).
Ketiga proses pengambilan keputusan itu demokratis di alam demokrasi Pancasila ini. Bisa dilakukan di rapat-rapat DPR maupun munas partai.