perkembangan kebudayaan bangsa papua melanosoid pada era modernisasi?? pliss.. cepet jwabnya nanti aku jdikan yg trbaik

Posted on

perkembangan kebudayaan bangsa papua melanosoid pada era modernisasi?? pliss.. cepet jwabnya nanti aku jdikan yg trbaik

Zaman Batu Tengah (Mesolithikum)
Ciri zaman Mesolithikum :
> Alat-alat pada zaman ini hampir sama dengan zaman Paleolithikum.
> Ditemukannya bukit-bukit kerang dipinggir pantai yang disebut “kjoken modinger” (sampah dapur)
Alat-alat zaman Mesolithikum :
> Kapak Genggam (pebble) adalah sejenis kapak genggam yang terbuat
dari batu kali yang dipecah atau dibelah. Sisi luarnya yang sudah halus
tidak diapa-apakan, sedangkan sisi dalamnya (tempat belah) dikerjakan
lebih lanjut, sesuai dengan keperluannya. Kapak ini ditemukan di
Kjokkenmoddinger di sepanjang sungai pantai Sumatra Timur laut, diantara
Langsa (Aceh) dan Medan (Sumatra Utara).
> Kapak Pendek (hache courte) adalah sejenis kapak genggam yang
bentuknya kira-kira setengah lingkaran dan dibaut dengan memukuli dan
memcahkan batu tanpa diasah.
> Pipisan (batu-batu penggiling). Pipisan ini digunakan untuk
menggiling makanan, menghaluskan cat merah seperti yang terlihat dari
bekas-bekasnya.
> Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur berupa kulit-kulit siput dan
kerang yang telah bertumpuk selama beribu-ribu tahun sehingga membentuk
bukit kecil yang beberapa meter tingginya. Peninggalan budaya ini banyak
ditemukan di sepanjang pantai Sumatra Timur laut diantara Langsa (Aceh)
dan Medan (Sumatra Utara).
> Abris Sous Roche adalah gua-gua yang digunakan sebagai tempat
tinggal. Gua tersebut menyerupai ceruk-ceruk didalam batu karang untuk
berlindung dari panas dan hujan.

Tiga bagian penting Kebudayaan Mesolithikum, yaitu :
> Peble-Culture (alat kebudayaan kapak genggam) didapatkan di Kjokken-Modinger)
> Bone-Culture (alat kebudayaan dari Tulang)
> Flakes-Culture (kebudayaan alat serpih) didapatkan di Abris Sous Roche
Manusia Pendukung kebudayaan Mesolithikum adalah bangsa Papua=Melanosoid.

C. Zaman Batu Muda (Neolithikum)
Ciri-ciri Zaman Neolithikum :
> Pada zaman ini, manusia sudah mengenal biji logam dan mengenal teknik peleburan biji logam.
> Mengenal teknik-teknik pembuatan alat-alat dari logam

Zaman Logam dibagi menjadi zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman
besi. Namun, wilayah Indonesia hanya mengenal zaman perunggu dan zaman
besi.
> Zaman Perunggu
adalah masalah dalam perkembangan sebuah peradaban ketika kerajinan
logam yang paling maju telah mengembangkan teknik melebur temabga dari
hasil bumi dan membuat perunggu.
Alat-alat yang dihasilkan :
– Arca Perunggu
Arca perunggu banyak ditemukan di bangkinang (Sulawesi Selatan), Riau,
dan Bogor. Bentuknya menampilkan sosok manusia pada posisi tertentu.
Yang menarik arca tersebut di bagian kepalanya diberi tempat untuk
mengaitkan tali atau menggantung.
– Kapak Corong atau kapak Sepatu
Kapak corong atau kapak sepatu adalah kapak yang terbuat dari perunggu
yang bagian atasnya berbentuk corong. Kapak ini digunakan sebagai
perkakas, tanda kebesaran dan alat upacara.
– Nekara Perunggu
Nekara adalah benda yang terbuat dari perunggu berbentuk seperti dandang
yang tetelungkup atau semacam kerumbung yang berpinggang pada bagian
tengahnya dan bagian atasnya tertutup. Nekara digunakan pada saat
upacara-upcara ritual.
– Bejana Perunggu
Bejana Perunggu seperti berbentuk seperti periuk, tetapi langsing dan
gepeng ditemukan di Kerinci (Sumatra Barat) dan Madura. Keduannya
memiliki hiasan ukiran yang serupa dan sangat indah berupa gambar-gambar
geometri dan pilin yang mirip huruf “j”.
– Perhiasan Perunggu
Perhiasan perunggu, antara lain berbentuk gelang, kalung, anting-anting
dan cincin. Pada umumnya baang-barang perhiasan tersebut tidak diberi
hiasan ukira. Peninggalan ini banyak ditemukan di Anyer (Banten),
Plawangan dekat Rembang (Jawa Tengah), Gilimanuk (Bali), dan
Melolo(Sumba).

2. Zaman Besi
adalah suatu tahap perkembagan budaya manusia di mana penggunaan besi
untuk pembuatan alat dan senjata sangat domian. Penggunaan bahan baru
ini, di dalam suatu masyarakat sering kali mencakup perubahan praktik
pertanian, kepercayaan agama, dan gaya seni, walaupun hal ini tidak
selalu terjadi.

Alat-alat yang dihasilkan
> Tombak
> Mata Panah
> Cangkul
> Sabit

Penyebaran kebudayaan Bacson-Hoabinh bersamaan dengan perpindahan ras
Papua Melanesoid ke Indonesia melalui jalan barat dan jalan timur
(utara). Mereka datang di Nusantara dengan perahu bercadik dan tinggal
di pantai timur Sumatra dan Jawa, namun mereka terdesak oleh ras Melayu
yang datang kemudian. Akhirnya, mereka menyingkir ke wilayah Indonesia
Timur dan dikenal sebagai ras Papua yang pada masa itu sedang
berlangsung budaya Mesolitikum sehingga pendukung budaya Mesolitikum
adalah Papua Melanesoid. Ras Papua ini hidup dan tinggal di gua-gua
(abris sous roche) dan meninggalkan bukit-bukit kerang atau sampah dapur
(kjokkenmoddinger). Ras Papua Melanesoid sampai di Nusantara pada zaman
Holosen. Saat itu keadaan bumi kita sudah layak dihuni sehingga menjadi
tempat yang nyaman bagi kehidupan manusia.
Kjokkenmoddinger adalah
istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan
modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah
sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau
tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian 7 meter dan
sudah membatu/menjadi fosil.  Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang
pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas
penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman
ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. VanStein Callenfels melakukan
penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak
genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam
Palaeolithikum). Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang
tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatera (Sumatralith)
sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau Sumatera.

Bahan
untuk membuat kapak tersebut berasal dari batu kali yang dipecah-pecah.
Selain pebble yang ditemukan dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan
sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut
dengan Hache Courte atau kapak pendek. Kapak ini cara penggunaannya
dengan menggenggam.
Di samping kapak-kapak yang ditemukan dalam
Kjokkenmoddinger juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta
landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan
juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah, bahan cat merah yang
dihaluskan berasal dari tanah merah.
Mengenai fungsi dari pemakaian
cat merah tidak diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan bahwa cat
merah dipergunakan untuk keperluan keagamaan atau untuk ilmu sihir.
Kecuali
hasil-hasil kebudayaan, di dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan fosil
manusia yang berupa tulang belulang, pecahan tengkorak dan gigi,
meskipun tulang-tulang tersebut tidak memberikan gambaran yang
utuh/lengkap, tetapi dari hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa
manusia yang hidup pada masa Mesolithikum adalah jenis Homo Sapiens.
Manusia pendukung Mesolithikum adalah Papua Melanosoide.
Abris Sous
Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba
pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari
cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche
dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goaLawa dekat
Sampung Ponorogo Jawa Timur.
Alat-alat yang ditemukan pada goa
tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes,
batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman
Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Di antara
alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah
alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung
Bone Culture/kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak
ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari
kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung,
 Di goa
tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz
Sarasindan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada
dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman
prasejarah.Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut
kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan
Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM.

Mayat dikubur dalam gua atau
bukit kerang dengan sikap jongkok, beberapa bagian mayat diolesi dengan
cat merah. Merah adalah warna darah, tanda hidup. Mayat diolesi warna
merah dengan maksud agar dapat mengembalikan kehidupannya sehingga dapat
berdialog. Kecuali alat batu, juga ditemukan sisa-sisa tulang dan
gigi-gigi binatang  seperti gajah, badak, beruang, dan rusa. Jadi,
selain mengumpulkan binatang kerang, mereka pun memburu
binatang-binatang besar.
Menurut C.F. Gorman dalam bukunya The
Hoabinhian and after : Subsistance patterns in South East Asia during
the latest Pleistocene and Early Recent Periods (1971) menyatakan bahwa
penemuan alat-alat dari batu paling banyak ditemukan dalam penggalian di
pegunungan batu kapur di daerah Vietnam bagian utara, yaitu di daerah
Bacson pegunungan Hoabinh.