Tantangan dalam melakukan konsevasi sumberdaya air tawar

Posted on

Tantangan dalam melakukan konsevasi sumberdaya air tawar

Jawaban:Pembahasan mengenai konservasi air sejalan dengan hukum termodinamika dan kekekalan energi dimana energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Sama halnya dengan air.Jumlah air di bumi adalah tetap.Air berpindah dari satu bentuk ke bentuk lainnya melalui siklus hidrologi. Air laut mengalami evaporasi menjadi uap air. Uap air tersebut menggumpal menjadi awan, dan terjadi kondensasi sehingga terbentuk massa hujan. Hujan atau presipitasi turun ke permukaan, masuk ke dalam tanah, ke sungai, ke danau, atau menggelontor begitu saja menjadi run-off.Air yang terserap ke dalam tanah (infiltrasi) dan terus masuk ke lapisan dalam akuifer (perkolasi) akan tersimpan sebagai air tanah dalam dan inilah yang biasanya menjadi sumber air sumur.Air di permukaan akan kembali mengalami evaporasi atau kembali ke laut dan siklus terus berulang.


Jika melihat siklus air yang demikian, dapat diterka bahwa hanya sedikit air di bumi yang dapat kita manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut Simonds (2007), jenis air di bumi didominasi oleh air laut sebesar 97% dan hanya 3% air tawar. Dari air tawar yang sedikit itu, 69% tersimpan dalam bentuk glasier&es, 30.1% dalam bentuk ground water, dan 0.9% air yang ada di permukaan. Jumlah 0.9% inilah yg digunakan oleh hampir seluruh manusia untuk aktivitasnya sehari-hari.


Permasalahan banjir, pencemaran air, intrusi air laut, dan kekeringan, sebagian besar disebabkan oleh pengelolaan air permukaan yang tidak terkendali sehingga timbul bencana.Satu daerah kelimpahan air, daerah lainnya kekeringan sampai menimbulkan kebakaran hutan.Sebagai contoh adalah kasus ibukota Jakarta yang hampir setiap tahun mengalami banjir. Sejarah mencatat bahwa banjir di Jakarta tidak hanya terjadi dalam kurun waktu 10-20 tahun terakhir dimana pembangunan dan pencemaran yang terus meningkat telah mengganggu siklus air.Banjir besar pertama Jakarta tercatat pada tahun 1621, lalu terjadi lagi tahun 1654, dan tahun 1876.Jakarta tergolong daerah yang sangat potensial banjir. Karakter geologis di Jakarta didominasi oleh batuan yang kedap air, sehingga tanpa meluapnya rob air laut atau melimpahnya kiriman air permukaan dari Bogor, Jakarta tetap akan banjir jika curah hujan setempat tinggi.Topografi Jakarta cenderung datar dengan rata-rata ketinggian 8 mdpl. Sebagian daerah, khususnya di bagian utara, ketinggian permukaannya lebih rendah dari tinggi muka air laut.Karakteristik fisik ini, ditambah pembangunan yang tidak terkendali sehingga terjadi banyak alih fungsi lahan, menyebabkan dampak banjir di Jakarta menjadi semakin besar dan merugikan.Salah satu solusi mengelola sumber daya air (termasuk masalah banjir) agar sirkulasinya seimbang adalah dengan mengelola penampangnya, yakni DaerahAliran Sungai (DAS).

Penjelasan: