Teori-teori perdagangan internasional yang masih bisa diterapkan dalam era globalisasi

Posted on

Teori-teori perdagangan internasional yang masih bisa diterapkan dalam era globalisasi

Jawaban:

Teori perdagangan internasional yang perlu kita terapkan adalah teori keunggulan mutlak (Adam Smith) dan teori kelebihan komparatif (Ricardian). Jika kedua teori tersebut digabungkan kita dapat mengetahui cara untuk bisa bersaing dan bertahan di era globalisasi ini, yaitu dengan cara memproduksi barang dan jasa dengan biaya relative rendah tapi dengan kualitas baik dan benar-benar mempunyai keunggulan baik dari kualitas maupun kuantitasnya.

Penjelasan:

1. Teori Keunggulan Absolut

Teori keunggulan absolut dicetuskan oleh Adam Smith bersamaan dengan ramainya revolusi industri di Inggris abad ke-18. Dasar pemikiran teori ini adalah suatu negara akan bertambah kaya ketika memiliki peningkatan keterampilan dan efisiensi dalam hal keterlibatan para tenaga kerja dalam proses produksi.

Negara dikatakan memiliki keuntungan mutlak dalam produksi jenis barang tertentu apabila negara tersebut mampu memproduksi barang dengan biaya lebih rendah dibanding ketika barang tersebut diproduksi di negara lain. Karenanya, negara tersebut akan melakukan ekspor jika negara tersebut dapat membuatnya lebih murah dibandingkan negara lain.

Negara dapat dikatakan memiliki keunggulan absolut apabila negara tersebut melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi tertentu dibandingkan dengan negara lain. Terdapat beberapa asumsi teori keunggulan absolut atau yang biasa disebut juga sebagai teori keunggulan mutlak ini, yakni:

Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja

Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama

Pertukaran dilakukan secara barter tanpa menggunakan uang

Biaya transportasi ditiadakan

Perlu dipahami bahwa dalam teori keunggulan absolut, besaran/variabel yang diutamakan adalah variabel riil dan bukannya moneter. Ini membuat teori ini juga dikenal dengan sebutan teori murni (pure theory) perdagangan internasional.

2. Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif dicetuskan oleh David Ricardo dengan asumsi utama bahwa perdagangan internasional dapat terjadi walaupun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut. Dalam teori ini, dijelaskan bahwa perdagangan internasional dapat saling menguntungkan ketika salah satu negara tidak memiliki keunggulan absolut, dengan jalan hanya memiliki keunggulan komparatif saja pada harga untuk komoditi yang relatif berbeda.

Keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo dalam bukunya Principles of Political Economy and Taxation (1817). Pemikiran Ricardo berangkat dari analisanya terhadap kelemahan teori keunggulan absolut yang menjelaskan bahwa perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan ketika setiap negara yang terlibat dalam perdagangan internasional mempunyai keunggulan absolut yang berbeda-beda.

Menurut Ricardo, kelemahan pola pikir keunggulan absolut karena ketika hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut untuk barang tertentu yang dihasilkan, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan. Karenanya, kelemahan ini lalu disempurnakan oleh David Ricardo lewat teori keunggulan komparatif.

Dalam teori keunggulan komparatif atau comparative advantage David Ricardo, negara yang mempunyai keunggulan mutlak dalam memproduksi semua barang itu harus mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif tinggi dan mengimpor barang yang mempunyai keunggulan komparatif rendah.

3. Teori Heckscher-Ohlin (H-O)

Teori Heckscher-Ohlin atau yang biasa disebut sebagai Teori H-O dicetuskan oleh Eli Heckscher dan muridnya Bertil Olin. Dalam teori ini, dijelaskan bahwa pola perdagangan negara-negara cenderung mengekspor barang-barang dengan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif.

Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan produktivitas yang terjadi akibat perbedaan proporsi faktor tenaga kerja, modal, dan tanah yang dimiliki oleh suatu negara. Karenanya, teori ini juga disebut sebagai “The Proportional Factor Theory”.

Teori ini berasumsi bahwa negara dengan faktor produksi yang relatif tinggi dan murah dalam biaya produksi akan melakukan spesialisasi produksi untuk target ekspor. Sebaliknya, bagi negara dengan faktor produksi yang relatif langka dan mahal dalam biaya produksi, ia akan melakukan impor.

Dari sinilah, maka dapat dijelaskan bagaimana pola perdagangan internasional berlangsung, yakni negara-negara yang cenderung mengekspor barang-barang dengan menggunakan faktor produksi relatif melimpah secara intensif.