Apa perbedaan antara organisasi pergerakan yang bersifat kooperatif dan nonkooperatif?

Posted on

Jawab:

Apa perbedaan antara organisasi pergerakan yang bersifat kooperatif dan nonkooperatif?

Jawaban:

Perbedaan antara organisasi yang bersifat kooperatif dan non-kooperatif:

organisasi kooperatif bersifat legal, sementara organisasi non-kooperatif bersifat ilegal atau terlarang

organisasi kooperatif berjuang secara politik, sementara organisasi non-kooperatif dapat secara politik atau kekerasan

organisasi kooperatif menginginkan kemerdekaan secara bertahap, sementara organisasi non-kooperatif menginginkan kemerdekaan segera

Penjelasan:

Organisasi koperatif adalah organisasi yang mau berkerjasama dan berusaha mendapat kemerdekaan dengan cara damai di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Contoh organisasi ini adalah Budi Utomo dan Sarekat Islam (pada masa Belanda) serta PUTERA (pada masa Jepang).

Organisasi non-koperatif berusaha mendapatkan kemerdekaan dengan cara melawan penjajahan secara langsung, termasuk penggunaan kekerasan. Contoh organisasi ini adalah Perhimpunan Indonesia (pada masa Belanda) dan para pemberontak PETA (pada masa Jepang).

Sifat atau ciri-ciri organisasi koperatif adalah:

1. Bersifat legal atau diakui hukum

Karena organisasi kooperatif tidak melakukan perlawanan langsung, dan mau bekerja sama dengan penguasa Belanda atau Jepang, maka organisasi ini ditoleransi dan dibiarkan beroperasi.

2. Bentuk perjuangan dengan cara politik dan diplomasi

Kegiatan organisasi secara politik misalnya dengan bergabung ke Volksraad (Dewan Rakyat pada masa Belanda), dengan harapan proses politik ini dapat menghasilkan kemerdekaan Indonesia.

3. Tidak melakukan kegiatan perlawanan fisik

Organisasi Kooperatif tidak melakukan pemberontakan atau serangan kepada penjajahan, karena menganggap bahwa hal tersebut tidak akan berhasil. Ini disebabkan teknologi dan militer penjajah yang sangat maju. Mereka juga menganggap cara politik lebih efektif.

4. Menginginkan kemerdekaan secara bertahap

Organisasi kooperatif menginginkan kemerdekaan secara bertahap. Hal ini misalnya terlihat pada Petisi Sutardjo yang disampaikan para tokoh perjuangan nasional di Volksraad pada pada 15 Juli 1936, kepada Ratu Wilhelmina dan pemerintah Belanda.  Petisi ini berisi usulan agar Indonesia diberikan otonomi dan suatu pemerintahan yang berdiri sendiri (otonom) dalam batas Undang-undang Dasar Kerajaan Belanda.

Sebaliknya organisasi ini adalah ciri-ciri organisasi non-koperatif adalah:

1. Dilarang penguasa Belanda atau Jepang

Organisasi non-kooperatif dianggap mengancam para penguasa penjajah dan dilarang, sehingga mereka harus beroperasi secara sembunyi-sembunyi. Bila organisasi ini tercium pergerakannya, maka para pejuangnya dapat ditawan, dibuang atau bahkan dibunuh oleh penjajah. Misalnya Ir Sukarno yang dibuang ke pulau Flores.

2. Bentuk perjuangan dapat berupa cara politik atau kekerasan

Kegiatan organisasi non-kooperatif kebanyakan secara politik namun dengan pesan-pesan mengajak kemerdekaan yang lebih lantang dan menolak sensor para penjajah. Beberapa organisasi juga melakukan pemberontakan seperti pemberontakan PETA di Blitar pada tahun 1945.

3. Menginginkan kemerdekaan secara segera

Organisasi non-kooperatif menginginkan segera agar penjajah meninggalkan Indonesia, dan agar kemerdekaan bisa segera di raih. Mereka menolak kerjasama dan tidak menginginkan proses yang bertahap dan alam dalam mencapai kemerdekaan.