Puisi kebudayaan bangka belitung

Posted on

Puisi kebudayaan bangka belitung

Jawaban Terkonfirmasi

Puisi Sejarah Karya Ian Sanchin Budayawan Bangka Belitung (Babel) : TANJOENG PANDAN 1835

Mata delta Kalamoa; ayun ombak biru dan sisir angin bisu yang meruap-riak di teluk muara sungai Cerucuk. Di ketinggian anggun Tanjoeng Goenung, di bawahnya Batoe Poenai, di hadapannya Kapoeng Juru Seberang.

Di tengahnya gelinang air Seburik, larainya air Berutak, dan ruamnya air Pancoer, serta gemuruhnya air Raya; bergolak menari dalam biru menggoyang perahu para Lanun, kapal uap Belanda, kulek Sekak, bahkan perahu tentara Siak yang menyusup ke Istana Kota Karang tepian kerajaan Cerucuk.

Ramonda Ki Agus Mohamad Hatam mati tekerat. Ananda rahad pun terluka parah, Tengku Akil dibara nafsu kudeta dan akal liciknya membunuh raja.

Tentara melayu Belitong takkan gentar mesti nyawa berjajar layar, Tengku Akil terusir berlindung pada Belanda dan hendak kembali menyabung nyawa, menantang Raja Belitong dengan balatentaranya.

Tak mundur bergaris tanah, tak hunus keris dicabut, anak melayu jangan ditantang, kan ditunggu musuh yang datang. Mengenang sedih tragedi tewasnya Ramonda, Rahad menyisir ke hilir tinggalkan Cerucuk kota: gerbang laut mesti dijaga maka Bebak mesti dibuka menjadi kampong baru tempat berguru, anak cucu supaya tak lugu. Dan bujang-dayang pun memarang pandan, menggelar tikar bukan hanya untuk begalor, juga membaca doa tanda bersyukur agar kampong rukun dan masyhur.

Kampong pun menjelma kota. Tanjoeng Pandan namanya, negerinya Tanjoeng Goenoeng. Depati Ki Agus Rahad rajanya, menolak pencarian biji timah oleh Belanda, tapi Pak Munir diam-diam menunjukkannya.

Depati seorang demokrat adanya, demi kemajuan rakyatnya, ia izinkan Belanda menggali timah di tanahnya agar sekolah dan mesjid setara jumlahnya. Tetapi Belanda tetap menghianatinya. Belanda berkukuh di benteng De La Motte Tanjoeng Pendam. Rahad pun bergaung di Tanjoeng Goenoeng. Dua tanjung di Tanjung Pandan. Tanjung bisu yang menjadi batu. Timah tumpah, laut basah, muara resah, dan lagu-lagu angin kelekak terngiang di lambaian pucuk-pucuk pandan terbenam di cerucuk yang keruh. Pondok oxygen 2006