Rukun puasa ada dua jelaskan ke duanya
Rukun puasa ada dua, yaitu:
1. Niat
Niat adalah rukun pertama dari rukun-rukun puasa dan niat adalah amalan hati serta tidak sah ibadah seseorang tanpa niat, sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus…” (QS. Al-Bayyinat: 5)
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى
“Setiap amal-amal itu (tergantung) pada niatnya dan setiap orang itu (tergantung) kepada apa yang diniatkannya.” [HR. Bukhari ]
Niat untuk puasa Ramadhan dilakuan di setiap malam sebelum fajar, hal ini berdasarkan hadits-hadits berikut:
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar maka tidak ada puasa baginya.” [Shahih: HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi]
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ مِنَ الَّيْلِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang tidak berniat puasa sejak malam hari, maka tidak ada puasa baginya.” [Shahih: HR. An-Nasaa`I dan Ibnu Hazm]
Adapun untuk niat puasa sunnah terdapat kelonggaran yaitu apabila seseorang belum sempat berniat pada malam hari maka ia boleh berniat di siang hari namun sebelumnya ia belum memakan dan meminum sesuatu, berdasarkan hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ أُمُّ الْمُؤْمِنِيْنَ رَضِي الله عنها قَالَتْ؛ قَالَ لِـي رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؛ ذَاتَ يَومٍ: (يَا عَائِشَةُ هَلْ عِنْدَكُم شَيْءٌ؟) قَالت: فَقُلْتُ: يَا رَسُو الله مَا عِنْدَنَا شَيءٌ. قَالَ؛ فَإِنِّــي صَائِمٌ.
“Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku; Wahai ‘Aisyah apakah kita memiliki sesuatu? ‘Aisyah berkata, maka aku pun katakan; Wahai Rasulullah kami tidak mempunyai sesuatu, Rasulullah bersabda: “kalau begitu aku berpuasa.” [HR. Muslim]
Penjelasan Hakikat Niat oleh Para Ulama:
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah menuturkan: “Niat adalah kehendak dan tekad untuk melakukan sesuatu dan tempat niat adalah di hati dan sama sekali tidak berkaitan dengan lidah. Oleh karena itu tidak pernah dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya dalam melafazhkan niat dengan lisan, dan kami tidak pernah mendengar mereka melafazhkan niat tersebut.
Niat adalah kehendak untuk melakukan sesuatu maka setiap tekad untuk melakukan sesuatu maka itulah niatnya. Suatu perbuatan tidak mungkin terlepas dari niat karena memang begitulah hakikatnya. tidak mungkin niat itu tidak ada apabila perbuatan tersebut ada. Barangsiapa yang berwudhu berarti ia telah berniat wudhu (sebelumnya), dan barangsiapa yang berdiri untuk shalat maka ia telah meniatkan shalat. hampir tidak mungkin ada orang berakal yang melaksanakan suatu ibadah atau perbautan lainnya tanpa niat (kehendak hati).
Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menuturkan: “Niat adalah keinginan hati dan (keinginan hati) terhadap suatu ibadah tidak wajib melafazhkannya.”
Penulis kitab Shifatu Shaumin Nabi hafizhahumallah berkata: “Niat itu tempatnya di hati adapun melafazhkan niat adalah bid’ah dhalalah meskipun orang-orang memandangnya baik.”
2. Menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari
Rukun yang kedua adalah menahan diri dari setiap apa-apa yang membatalkan dimulai sejak terbitnya fajar dan tenggelamnya matahari, sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“…Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa..” (QS. Al-Baqarah: 187)