Mengapa brahmana dona membagi relik buddha menjadi delapan bagian

Posted on

Mengapa brahmana dona membagi relik buddha menjadi delapan bagian

Jawaban:

1

moniq12mm

4 minggu yang lalu

Sejarah

Sekolah Menengah Atas

+5 poin

Terjawab

Jelaskan 5 dari 8 pembagian relik Buddha

1

LIHAT JAWABAN

Masuk untuk menambahkan komentar

Jawaban

3,2/5

4

ujicobaprime7

Terpelajar

73 jawaban

3.7 rb orang terbantu

Jawaban:

RAJA ASOKA MENGENAL AGAMA BUDDHA

Menjadi Pengikut Agama Buddha

Raja Bindusara semasa hidupnya merupakan pengikut ajaran para brahmana. Setiap hari ia memberikan dana kepada enam puluh ribu brahmana. Pada mulanya Raja Asoka juga mengikuti kebiasaan ayahnya ini selama tiga tahun masa pemerintahannya.

Namun ketika melihat pengendalian diri yang buruk dari para brahmana tersebut saat pembagian dana makanan, Raja Asoka memerintahkan para menterinya untuk memanggil para pertapa dari ajaran-ajaran lain yang ada saat itu. Para pun menteri memanggil para pertapa Ajivaka, Nigantha (Jain), dan Paribbajaka (Parivrajaka). Raja menguji tingkah laku mereka, memberi mereka dana makanan, dan mempersilahkan mereka meninggalkan istana setelah ia mengadakan perjamuan makan dengan mereka.

Suatu hari ketika sedang berdiri di dekat jendela, ia melihat seorang pertapa muda berjubah kuning yang tenang penampilannya melewati jalan. Pertapa tersebut tak lain adalah Samanera Nigrodha, putra Pangeran Sumana. Tidak mengetahui jati diri samanera tersebut yang sebenarnya, Raja Asoka seketika itu merasa tertarik pada sang pertapa dan menyukainya.

Saat Pangeran Sumana terbunuh, istrinya yang juga bernama Sumana sedang mengandung. Ia menyelamatkan diri melewati gerbang timur ke sebuah desa candala dan di sana seorang dewa penunggu pohon nigrodha membuatkan sebuah gubuk untuknya. Pada waktunya ia melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan dan diberi nama Nigrodha untuk menghargai perlindungan dari dewa pohon tersebut. Kemudian kepala desa candala yang merasa kasihan atas nasib sang ibu merawat keduanya sebagaimana istri dan anaknya sendiri selama tujuh tahun. Suatu hari seorang bhikkhu bernama Mahavaruna melihat bahwa Nigrodha dapat mencapai tingkat kesucian Arahat pada kehidupan sekarang. Sang bhikkhu lalu menahbiskan Nigrodha yang berusia tujuh tahun tersebut sebagai samanera setelah mendapatkan izin dari ibunya. Dalam ruangan di mana para bhikkhu mencukur rambutnya, Samanera Nigrodha langsung mencapai tingkat Arahat.

Saat itu sang samanera sedang dalam perjalanan untuk mengunjungi ibunya. Ia memasuki kota dari gerbang selatan dan ketika melalui jalan yang menuju desanya, ia melewati istana raja. Raja tertarik pada sang samanera karena pembawaannya yang tenang saat berjalan dan berdiri, tetapi perasaan menyukai timbul karena pada kehidupan lampau mereka pernah berhubungan sebagai saudara.

Raja memanggil sang samanera ke hadapannya; sang samanera berjalan dengan tenang ke hadapan raja. Raja mempersilahkan samanera itu untuk duduk pada singgasana kerajaan. Ketika sang samanera melangkah menuju singgasana, raja berpikir, “Hari ini samanera ini akan menjadi tuan di rumahku.” Bersandar pada tangan raja, Samanera Nigrodha menaiki singgasana dan mengambil tempat duduk pada singgasana di bawah payung putih.

Setelah memberikan makanan keras maupun lembut, Raja Asoka menanyakan sang samanera tentang ajaran Sang Buddha. Maka sang samanera membabarkan Appamadavagga kepada raja. Raja sangat bergembira atas pembabaran Dhamma ini dan berkata, “Yang Mulia, saya mendanakan kepada anda delapan jenis persediaan makanan.”

Samanera Nigrodha menjawab, “Ini akan saya berikan kepada guru saya.”

Ketika delapan jenis persediaan makanan lagi didanakan kepadanya, ia memberikannya kepada gurunya; ketika delapan lagi didanakan, ia memberikannya kepada Sangha; akhirnya, ketika delapan lagi didanakan kepadanya, ia menerimanya untuk dirinya sendiri.

Pada hari berikutnya ia datang bersama dengan tiga puluh dua orang bhikkhu. Setelah dilayani oleh raja dengan tangannya sendiri dan membabarkan Dhamma kepada raja, ia memperkuat keyakinan raja dengan memberikan Tisarana dan pelatihan Pancasila.

Setiap hari Raja Asoka mendanakan lima ratus ribu dari kekayaannya dengan rincian sebagai berikut: seratus ribu didanakan untuk Samanera Nigrodha untuk digunakan sesukanya, seratus ribu untuk persembahan wewangian dan bunga pada stupa-stupa Sang Buddha, seratus ribu untuk pembabaran Dhamma, seratus ribu untuk empat kebutuhan para anggota Sangha, dan sisanya untuk pengobatan orang sakit. Sebagai tambahan, raja juga mendanakan sejumlah jubah yang ditempatkan di atas punggung gajah dan dihiasi dengan rangkaian bunga tiga kali sehari kepada Samanera Nigrodha. Sang samanera memberikan jubah-jubah ini kepada para bhikkhu lainnya.

Perbuatan Lampau Raja Asoka

Jauh sebelum kemunculan Buddha Gotama hiduplah tiga orang bersaudara yang merupakan pedagang madu; salah seorang menjual madu, sedangkan yang lainnya mengambil madu. Seorang Pacceka Buddha tertentu menderita luka dan seorang Pacceka Buddha lainnya datang ke kota guna mencarikan madu untuk menyembuhkan luka temannya tersebut. Ia melalui jalan yang biasa ia lalui saat berpindapatta.