Contoh teks deskripsi tentang dakwah di era digital

Posted on

Contoh teks deskripsi tentang dakwah di era digital

Era telah berubah. Zaman terus bergerak. Model masyarakat mencari informasi juga telah berganti. Jika dulu masyarakat rela berhari-hari berjalan kaki menuju tempat pengajian dan yang diisi oleh ustadz kondang, kini mereka tidak perlu repot dan capek.

Cukup menggunakan handphone, seseorang akan mendapatkan model pengajian yang diinginkan. Kecanggihan teknologi informasi telah mengubah cara masyarakat memperoleh wawasan, termasuk pemahaman bidang agama. Banyak website yang menyajikan berita tentang keislaman dan bahkan menyediakan forum Tanya jawab agama.

Namun, seiring dengan kemudahan itu muncul berbagai masalah. Salah satunya adalah persoalan pendangkalan dan radikalisme agama. Kasus yang banyak menjadi topik penelitian misalnya, banyak teroris mendapatkan pemahaman mengenai agama dan tindak kejahatan melalui internet.

Oleh karena itu, dakwah humanis perlu masuk ke wilayah digital. Dakwah tidak cukup dengan mengembangkan kajian di masjid. Namun, perlu masuk dan memberi warna sekaligus memengaruhi perilaku masyarakat. Dakwah digital menjadi tantangan sekaligus peluang. Artinya, model dakwah ini perlu membaca dan memahami kecenderungan keberagamaan generasi. Pasalnya, setiap generasi memiliki corak keberagamaan yang unik.

Generasi milenial yang lekat dengan internet tentu berbeda dengan zaman generasi X dan Y. Model keberagamaan yang berbeda membutuhkan alat dakwah yang berbeda. Dakwah model lama dengan bertemu dalam lingkungan terbatas akan tergeser oleh model dakwah digital.

Dakwah digital yaitu model pengajaran Islam melalui media. Model dakwah ini dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Hal itu sesuai dengan karakteristik masyarakat milenial yang sangat akrab dengan gawai (gadget). Mereka mengakses internet hampir setiap saat.

Lebih dari lima jam sehari mereka mengakses situs-situs dan menggunakan media sosial berjejaring (grup media sosial). Medsos kini pun menjadi rujukan utama masyarakat milenial. Mereka mencari jawaban-jawaban persoalan hidup dan keagamaan dari situs dan media sosial yang ramai dibanjiri kajiankajian keagamaan.

Pencarian melalui media sosial seringkali kering dalam spiritual. Pasalnya, media sosial seringkali “mengecilkan” peran keagamaan. Simplifikasi itu yang kemudian menjadikan masyarakat mudah terprovokasi. Mudahnya masyarakat mendapat jawaban singkat dan seringkali tidak kuat basis “dalil”-nya menjadikan mereka mudah terserang virus hoaks. Hoaks keagamaan pun seakan menjadi keniscayaan di tengah masyarakat yang kering spiritualitas saat ini.