Isi kandungan Surat Al Baqarah ayat 4

Posted on

Isi kandungan Surat Al Baqarah ayat 4

Pertama, beriman kepada Kitab (Al Quran) dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelum Al Quran

Kedua, meyakini adanya hari akhir

Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. 

Setelah ayat sebelumnya menyebutkan tiga ciri orang yang bertakwa, ayat ini menyebutkan dua ciri berikutnya, yaitu (4) meyakini Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya, seperti Taurat, Injil, dan semua kitab lainnya; (5) dan meyakini kehidupan akhirat yang mengakhiri kehidupan dunia atau mengakhiri penciptaan.[14] 

Dalam ayat ini, terdapat persoalan bagaimana Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Imam ar-Razi menjelaskan bagaimana proses pewahyuan itu terjadi. Menurutnya, sebelum diturunkan kepada Nabi Muhammad, Jibril mendengar langsung Kalam Allah di langit. Jika ditanyakan, bagaimana cara Jibril mendengar Kalam Allah? Padahal Kalam Allah tidak terdiri dari huruf dan suara seperti yang dikenal manusia. Dalam hal ini, terdapat beberapa kemungkinan.[15] 

Pertama, Allah bisa saja menciptakan pendengaran bagi Jibril guna mendengar Kalam-Nya langsung, lantas Allah memberikan kemampuan kepada Jibril untuk mengungkapkannya dalam bentuk ungkapan tertentu dari Kalam-Nya yang qadim tersebut. Kedua, Allah menciptakan tulisan dalam susunan tertentu di Lauh Mahfuz lantas Jibril membaca dan menghafalkannya. Ketiga, Allah menciptakan suara-suara terpisah yang menggambarkan susunan kalimat tertentu yang muncul pada jasad tertentu, lantas Jibril menangkap suara-suara tersebut. Selanjutnya, Allah memberikan pengetahuan kepada Jibril bahwa ungkapan-ungkapan tersebut sesuai dengan makna yang dikandung dari Kalam-Nya yang qadim itu. 

Dalam ayat di atas juga disebutkan tentang keyakinan terhadap kehidupan akhirat sebagai salah satu ciri orang-orang bertakwa. Adanya kehidupan akhirat adalah sebuah konsekuensi logis dari prinsip keadilan Tuhan sebagaimana yang diuraikan oleh kalangan Mu’tazilah. Allah telah menjanjikan kebahagiaan di akhirat bagi orang-orang yang mengikuti aturan-aturan-Nya. Sebaliknya, Allah juga mengancam kesengsaraan di akhirat bagi orang-orang yang tidak sudi mengikuti aturan dan larangan-Nya. 

Dengan demikian, jika hari akhirat yang dijanjikan Tuhan itu tidak ada, maka berarti Tuhan tidak adil, padahal Allah tidak mungkin berbuat tidak adil. Hal itu karena orang-orang yang membangkang terhadap aturan dan larangan Allah telah menikmati berbagai kenikmatan di dunia. Sementara orang-orang yang taat kepada-Nya justru tidak menikmati sebagian kenikmatan dunia karena mengikuti perintah-Nya