Bagaimanakah seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia bersikap pada saudara sebangsa dan setanah air dan pemerintah, pada masa sekarang ini, dalam perspektif Pancasila?
Jawaban:
Kita sebagai warga negara Indonesia mempunyai dasar dalam hidyo berbangsa, bernegara, beragama, dan dalam menghadapi keberagaman zaman. Ialah Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Pancasila harus dijadikan pertimbangan dan filter dalam kita melakukan suatu hal apapun. Bila ada suatu hal di Indonesia, yang tidak sesuai dengan pancasila, maka hal tersebut harus segera diberantas karena hal tersebut tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita. Berkaitan dengan keadaan kita sekarang ini, kita jadikan Pancasila sebagai pedoman hidup. Terutama sila pertama, dan sila ketiga. Bila Indonesia, ingin mencapai tujuan negara dan mencapai kesejahteraan dengan menjadi negara maju dan termasuk sembuh dari masa pandemi covid 19, maka harus diikhtiari dengan doa dan usaha. doa dan beribadah sebagaimana implementasi sila pertama dan saling bantu membantu serta berusaha bagi semua warganya tidak peduli perbedaan. Sebagai warga negara yang baik juga sebaiknya patuh pada himbauan pemerintah bila itu hal yang baik. Bila himbauan dinilai tidak sesuai, ma warga negara harus mengingatkan kepada pemerintah dengan cara yang baik baik. Itulah implementasi dari Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi Indonesia.
Itu menurut saya, hehe maaf klo salah
Jawaban:
Kebhinekaan adalah sunnatullah. Merusak kebinekaan berarti melawan sunnatullah. Dan, melawan sunnatullah merupakan kezaliman.
Pancasila merupakan titik temu yang dapat mempersatukan berbagai golongan dan aliran yang ada di Indonesia, terdiri dari beragam suku, etnis, agama dan daerah. Kita sepakat bahwa dalam keanekaragaman itu dipersatukan di bawah ideologi Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu sasanti kita adalah Bhinneka Tunggal Ika.
Kalimat itu merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa kuna yaitu Sutasoma karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Kalimat aslinya adalah Bhinnêka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Budha. Bhinneka Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, tradisi budaya, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya, namun tetap satu kesatuan sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.
Para Founding Fathers menyadari bahwa kita adalah bangsa yang bhinneka, bangsa yang majemuk, yang heterogen dan plural. Meskipun kita bangsa yang bhinneka, kita mesti bersatu. Oleh karena, pada 28 Oktober 1928, mengikrarkan Sumpah Pemuda, yakni bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu: Indonesia. Ketika kita mencapai Kemerdekaan, kita sepakat untuk membentuk Negara Kesatuan yang berbentuk Republik (demokrasi) dan berideologi Pancasila. Sudah menjadi konsensus nasional bahwa Pancasila dan NKRI adalah final.
Dalam sebuah negara yang masyarakatnya majemuk seperti Indonesia, pertentangan akan selalu muncul, dan sulit bagi kita untuk menghindarinya. Dengan kata lain, kemajemukan harus diterima sebagai sebuah kenyataan, yang disertai dengan sikap yang positif. Bertitik tolak dari sikap inilah pertentangan-pertentangan yang muncul dalam masyarakat dapat dikelola dengan baik.
Ancaman Kebhinekaan
Menguatnya gejala intoleransi agama disertai dengan munculnya radikalisme serta fundamentalisme agama. Intoleransi agama mengancam kebhinekaan karena ia merupakan tindakan diskriminasi, pengabaian, larangan atau pengutamaan yang didasarkan pada agama atau kepercayaan. Akibat intoleransi ini adalah peniadaan atau pengurangan pengakuan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan mendasar atas dasar kesetaraan.
Kasus-kasus intoleransi agama di Indonesia pada umumnya didominasi oleh kekerasan dan penyerangan, penyebaran kebencian, pembatasan berpikir dan berkeyakinan, penyesatan dan pelaporan kelompok yang diduga sesat, pembatasan aktivitas atau ritual keagamaan, pemaksaan keyakinan, dan konflik tempat ibadah.
Intoleransi agama juga diwarnai dengan munculnya fundamentalisme atau gerakan-gerakan Islam trans-nasional, yang menyatakan diri sebagai antidemokrasi dan mengusung ideologi intoleran seperti khilafah dan takfiri. Sebagian besar umat Islam di Indonesia yang tertarik terhadap kelompok Islam trans-nasional ini adalah dari kalangan akademisi. Mudahnya orang-orang pintar dan potensial tertarik pada kelompok Islam trans-nasional menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak sendirinya menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang Islam, dimana doktrin-doktrin keislaman tidak cukup memadai jika diartikan secara harfiah.
Gejala intoleransi agama juga bisa dilihat penggunaan agama untuk kepentingan politik. Politisasi agama atau instrumentalisasi ajaran agama untuk kepentingan politik sering digunakan dalam pemilu legislatif, maupun pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden. Penggunaan ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi bagi kepentingan dan tujuan politik ini kerap diekspresikan melalui ungkapan-ungkapan kebencian, baik melalui media-media sosial, spanduk-spanduk yang dipasang di berbagai rumah ibadah, atau bahkan melalui khutbah-khutbah Jumat dan berbagai pengajian.
Politisasi agama muncul karena adanya pencampuradukan antara wilayah agama dan wilayah politik. Lebih jauh, pencampuradukan ini berakibat pada penghilangan agama dari fungsinya yang hakiki yaitu sebagai sumber moralitas. Ia hanya dijadikan sumber legitimasi untuk memobilisasi dukungan.
Pemerintah memang telah mencanangkan program deradikalisasi untuk mencegah tumbuh
.