Bagaimana tipologi puisi nyanyian gerimis karua soni farid maulana

Posted on

Bagaimana tipologi puisi nyanyian gerimis karua soni farid maulana

Tipografi, yang
dipakai pada puisi “nyanyian gerimis” sangat terlihat
menonjol, 
 tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya,
hingga puisi
yang hanya memakai satu tanda tanya. Hal-hal tersebut sangat
menentukan pemaknaan terhadap puisi meskipun juga bisa hanya sekadar unsur
keindahan indrawi. Menggunakan baris – baris yang tak sejajar satu
sama lain dan menggunakan sedikit  tanda baca, mungkin mempunyai
makna yang mendalam.

           Tipografi
pada puisi ini menggunakan huruf besar diawal baris dan tanda titik pada baris
kedua . Terbukti pada kutipan puisi dibawah ini

 

Telah kutulis jejak hujan

Pada rambut dan kulitmu yang
basah. Kuntum

Demi kuntum kesepian yang mekar
seluas kalbu

 

Tanda
titik pada baris kedua puisi “nyanyian gerimis”  yang
dilanjutkan kata kuntum yang diawali dengan huruf besar seolah menonjolkan kata
kuntum yang bermakna seorang yang kesepian yang semakin merindu.

Kemudian
setelah bait pertama bentuk baris yang tidak rata seperti melengkung, dapat
dilihat sebagai berikut:

Sesaat kita larut dalam
keheningan

                                   Cinta
membuat kita betah hidup di bumi

Ekor cahaya berpantulan dalam
matamu

                       Seperti
lengkung pelangi

                                   Sehabis
hujan menyentuh telaga

 

Dari bait
yang tidak rata tersebut melambangkan kata yang terdapat dalam baris itu
sendiri, penyair yang menggambarkan sorot mata yang begitu indah seperti lengkungan
pelangi, membuat puisi lebih hidup jika baris- baris dibuat melengkung tak
beraturan.

Pada bait
selanjutnya baris – baris masih tak beraturan, dapat dilihat sebagai berikut:

Inikah musim semi yang sarat
nyanyian

Juga tarian burung-burung itu?

              Kerinduan
bagai awah gunung berapi

                       Sarat
letupan. Lalu desah nafasmu

           Adalah
puisi adalah gelombang lautan

                       Yang
menghapus jejak hujan

 

Ketidakberaturannya
baris tersebut, selain sebagai keindahan indrawi namun melambangkan maksud yang
disesuaikan dengan kata-kata dan isi puisi pada baris tersebut yaitu kata
tarian burung, gelombang lautan sehingga tipografinya juga bergelombang dan
tidak beraturan.

Selanjutnya
pada empat baris terakhir, yang berbunyi sebagai berikut:

Di pantai hatiku. Begitulah jejak
hujan

           Pada
kulit dan rambutmu

                       Menghapus
jarak dan bahasa

                                   Antara
kita berdua

 

           Pada
empat baris terakhir terdapat tanda titik setelah kata hatiku dan baris itu
menjorok dari depan lagi, yang mempengaruhi cara membaca dan maksud penyair
yang ingin menekan dan memulai lagi dari kata itu. Kemudian sampai baris
terakhir sengaja dibuat baris yang tidak lurus tetapi tersusun, melambangkan
penyelesaian yang selaras antara kita berdua.