Orang yang berstatus sebagai anggota militer apabila melanggar peraturan akan diadili di
Kalo gak salah mahkama konstitusi
Jakarta, CNN Indonesia — Penembakan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia, Sersan Dua YH, terhadap seorang pengendara sepeda motor di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Selasa (3/11) lalu, kembali memunculkan pro-kontra peradilan militer.
Bukan kali ini saja, setiap anggota militer melakukan tindak pidana, diskursus ini selalu naik ke permukaan dan didorong oleh kelompok masyarakat sipil.
Pasal 8 padaUndang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 mengatur peradilan militer sebagai satu-satunya badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan TNI.
Beleid yang ditandatangani mantan presiden Soeharto pada 15 Oktober 1997 itu memungkinkan peradilan militer mengadili tindak pidana yang dilakukan anggota TNI dan juga perselisihan tata usaha negara yang berpangkal dari keputusan administratif pejabat militer.
Seperti badan peradilan lainnya, yakni umum, agama dan tata usaha negara, peradilan militer juga berinduk pada Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasan kehakiman.
Di seluruh Indonesia, terdapat 19 pengadilan militer tingkat pertama yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Madiun, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Ambon, Banda Aceh, Kupang, Jayapura, Makassar, Manado, Padang, Palembang dan Medan.
Sementara itu, pengadilan militer tinggi hanya berada di tiga kota, yaitu Jakarta, Medan dan Surabaya.
Dalamsejarahnya,peradilan militer telah menjatuhkan hukuman kepada perwira tinggi setingkat kepala matra hingga prajurit pemula.
Setelah meletusnya Gerakan 30 September 1965, Laksamana Madya Udara Omar Dhani yang ketika itu berstatus sebagai orang nomor satu di Angkatan Udara diseret ke Mahkamah Militer Luar Biasa.
Ia divonis mati karena disebut membiarkan Landasan Udara Halim Perdanakusuma Jakarta digunakan oleh organisasi sayap Partai Komunis Indonesia.
Namun, Omar Dhani akhirnya tidak menjalani hukuman tersebut. Seperti dikatakan Soeharto pada otobiografinya yang berjudul Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, Omar Dhani memperoleh grasi.
"Keputusan saya terhadap Soebandrio dan Omar Dhani, mengubah hukuman mereka menjadi seumur hidup," tulis Soeharto.
Peradilan militer juga pernah mengadili sejumlah perkara sensitif, salah satunya pembunuhan terhadap Presidium Dewan Papua, Theys Hiyo Eluay. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh beberapa anggota Komando Pasukan Khusus.
Tujuh anggota TNI dinyatakan bersalah pada persidangan itu. Mereka diharuskan menjalani pidana penjara rata-rata satu hingga tiga tahun.
Meskipun telah menerbitkan hukuman untuk para terdakwa pada kasus pembunuhan Theys, peradilan tetap dinilai negatif.
Solidaritas Nasional untuk Papua misalnya, menyebut peradilan militer merupakan upaya untuk memutus rantai komando pertanggungjawaban (chain of command responsibility) dan menumbalkan para pelaksana operasi lapangan saja.