Buat lah contoh cerpen tentang pandemi

Posted on

Buat lah contoh cerpen tentang pandemi

Cerita pendek adalah cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek, yang habis dibaca dalam waktu sekitar sepuluh menit atau setengah jam, jumlah katanya sekitar 500 hingga 5.000 kata. Oleh karena itu, cerita pendek sering diungkapkan dengan “cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk”.

Pembahasan

Indah akan Tiba Waktunya

         Panasnya siang seperti memanggang seluruh tubuh Pak Amat. Keringat mengalir deras di sela-sela topinya. Handuk yang melingkar di lehernya pun tampak basah. Pak Amat memegang ujung handuknya untuk mengelap keringatnya. Ia mendesah panjang melihat gerobak mi ayamnya. Gulungan mi yang berada di baskom baru berkurang dua. Biasanya saat makan siang, gulungan mi itu sudah hampir habis.

         Sudah seminggu ini dagangannya sepi. Sejak virus corona datang, perlahan dagangannya menjadi sepi. Semakin hari semakin berkurang pembelinya. Pintu-pintu gang menuju permukiman ditutup sehingga ia tidak bisa keluar masuk dari satu gang ke gang yang lain. Belum lagi ia harus berpikir ulang ketika harus masuk melalui gang utama. Semprotan disinfektan bisa saja menempel di mi atau sayurannya.

         Terlalu panas, katanya dalam hati. Ia melihat sebuah pos ronda dan dengan cepat melaju ke arahnya. Ia duduk dan mengeluarkan sebotol air. Aduh, sampai kapan harus begini? katanya dalam hati lagi. Ini satu-satunya mata pencahariannya. Apa yang harus ia lakukan jika PSBB benar-benar diterapkan di kotanya. Otaknya seperti tak bisa berhenti berpikir mencari jalan agar ia dan anak-anaknya tetap bisa hidup selama wabah corona ini.

         Tiba-tiba ada sebuah motor yang mendekati gerobak mi ayamnya. "Pak, beli, Pak. Empat bungkus ya," kata salah seorang anak.

         "Komplit ya?" tanya Pak Amat.

         "Iya, Pak. Ekstra pangsit ya, Pak."

         Salah satu anak yang duduk di boncengan mendekati gerobak mi ayam. "Sepi ya, Pak."

         "Iya, mas. Tapi alhamdulillah masih ada yang beli kok," kata Pak Amat tersenyum terpaksa.

         "Terus, kalau sisa, mi-nya diapakan, Pak? Bukannya mi hanya bisa bertahan sehari saja, Pak?"

         "Sisanya dimakan sendiri, Mas. Ya mau bagaimana lagi, daripada terbuang sia-sia."

         "Apa tidak bosan makan mi ayam setiap hari, pak?" tanya salah seorang anak yang lain.

         "Ya bosan, Mas. Anak saya sampai bilang mukanya sudah mirip gulungan mi." Pak Amat tertawa.

         Kedua anak itu terdiam melihat Pak Amat menyiapkan pesanan. "Yang sabar ya, Pak. Kalau nanti coronanya sudah pergi, pasti orang-orang jadi panic shopping. Setiap ada penjual lewat dibeli."

         "Panic shopping?" tanya Pak Amat heran.

         "Iya, Pak. Kalap mata karena lama di dalam rumah. Apa-apa dibeli," kata anak laki-laki itu.

         "Iya, Pak. Bapak sebaiknya di rumah saja bila semakin sepi, Pak. Bapak juga harus menjaga kesehatan agar nanti bisa jualan lagi setelah situasi membaik, Pak," kata yang lainnya menimpali.

         "Betul, Pak. Daripada rugi juga, Pak, sudah mengeluarkan modal dan harus makan mi ayam setiap hari."

         Pak Amat terdiam mendengar saran kedua anak muda itu. Ada benarnya juga kata mereka. Ia terdiam sambil terus menyiapkan pesanannya.

         "Ini, Mas," kata Pak Amat sambil memberikan bungkusan pesanannya.

         "Harganya sama kan, Pak? Untuk Bapak saja kembaliannya," kata salah satu anak menyerahkan uang seratus ribuan.

         "Ini banyak sekali, Mas," kata Pak Amat terharu.

         "Kita juga jarang jajan kok, Pak," kata anak itu tersenyum. "Yang sabar ya, Pak. Allah tidak akan pernah menguji kita jika kita tidak mampu menghadapinya." Mereka pun berlalu.

         Pak Amat terduduk lemas di pos rendah. Tiba-tiba airmatanya mengalir pelan. Ya Allah, kenapa aku harus mencemaskan hal-hal yang seharusnya tidak aku pikirkan karena Engkau pasti menjamin rejekiku, katanya di dalam hati. Ia menunduk agak lama di pos ronda itu. Setelah agak tenang, ia mendorong gerobaknya pelan, menuju ke rumahnya.

#Semoga membantu

#jadikan jawaban tercerdas