Bagaimana kegiatan sosial Thomas Alva Edison setelah menjadi sukses?
Jawabannya adalah karena dahulu pemerintah Indonesia seakan-akan mengenal istilah agama resmi dan tidak resmi, agama yang diakui pemerintah dan yang tidak diakui. Agama yang diakui pemerintah memiliki hak lebih, difasilitasi oleh kementerian agama, hak-hak kewarganegaraannya dijamin, tidak didiskriminasi oleh mayoritas, dll. Contoh nyata saja yaitu kelompok umat Permalim, Sunda Wiwitan, Kaharingan, dll yang sebenarnya merupakan agama asli nusantara malah didiskriminasi, mereka seakan-akan dipaksa masuk agama mayoritas. Listrik di daerahnya tidak dialirkan, namun baru ada yang masuk agama mayoritas barulah dikasi sumbangan oleh PLN.
Diskriminasi oleh pemerintah sudah ada sejak dahulu, dan cendikiawan di Bali menyadari hal tersebut, karenanya untuk mereka mengajukan agar agama di Bali juga dimasukkan sebagai agama yang diakui oleh pemerintah, namun saat itu ada aturan tidak tertulis bahwa agama yang diakui itu harus memenuhi beberapa unsur, yaitu:
Memiliki tuhan yang monoteis
Memiliki kitab suci
Memiliki nabi
Memiliki hari raya besar
Memiliki hari ibadah rutin dalam tiap minggunya
Memiliki tempat ibadah
Awalnya nama agama yang dipilih adalah “Agama Tirta”, namun karena adanya aturan tidak tertulis tersebut maka muncul polemik dalam pengajuan Agama Tirta.
Agama di Bali pada dasarnya tidak memiliki kitab suci yang baku karena sebagian besar tradisi dilakukan secara turun temurun atau berdasarkan lontar (tulisan pendeta Hindu zaman dulu yang ditulis di daun siwalan). Sayangnya, jumlah lontar itu ada banyak, belum dikompilasi, tidak semua masyarakat Bali mengakuinya, beberapa lontar bahkan ada yang kontradiktif. Agama di Bali juga pada dasarnya adalah politeis dengan Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) sebagai Dewa Utama, serta memadukan ajaran Buddha dalam filsafat dan upacaranya.
Agar bisa diakui sebagai agama, maka diputuskanlah bahwa nama agama di Bali adalah agama Hindu dengan Weda sebagai kitab sucinya. Tuhan Hindu yang filsafat utamanya adalah politeis (Hindu juga menganut filsafat lain termasuk monoteis, panteis, bahkan ateisme) kemudian berusaha dijadikan monoteis dengan memperkenalkan istilah tuhan baru yaitu Sang Hyang Widhi. Konsep nabi yang tidak ada dalam Hindu kemudian diambil dari awatara, serta hari Rabu dan Sabtu dipilih sebagai hari ibadah rutin.
Jadi Hindu Bali dan Hindu India adalah agama yang berbeda. Hindu di India mengambil filsafat asli dari Weda dengan tradisi asli masyarakat India sedang Hindu di Bali adalah perpaduan antara filsafat Weda dan Buddha dengan upacara dan kultur khas nusantara.