Perkembangan Islam dimasa bani umayyah?​

Posted on

Perkembangan Islam dimasa bani umayyah?​

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Keberhasilan Muawiyah mencapai ambisi mendirikan kekuasaan dinasti Umayyah disebabkan di dalam diri Muawiyah terkumpul sifat-sifat penguasa, politikus dan adiministratur. Ia pandai bergaul dengan berbagai temperamen manusia, sehingga ia dapat mengakumulasikan berbagai kecakapan tokoh-tokoh pendukungnya, bahkan bekas lawan politiknya sekalipun.

Berdirinya pemerintahan dinasti Umayyah tidak semata-mata peralihan kekuasaan, namun peristiwa tersebut mengandung banyak implikasi, diantaranya adalah perubahan beberapa prinsip dan berkembangnya corak baru yang sangat mempengaruhi imperium dan perkembangan umat Islam.

Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokaratis berubah menjadi monarchi heridetis (kerajaan turun temurun).

  

BAB II

PEMBAHASAN

A.      Perkembangan Islam di Masa Bani Umayyah

            Daulat Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sofyan bin Harb bin Umayyah pada tahun 41 H.

Berdirinya daulah ini, karena Muawiyah tidak mau meyakini kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Sehingga pada waktu itu terjadi perang saudara di antara umat Islam yaitu anatar pasukan Ali melawan pasukan Muawiyah. Dalam pertempuran yang sengit itu banyak mengorbankan jiwa kaum muslimin, hingga pada akhirnya diadakan perundingan.

Dalam perundingan itu Ali mengutus Abu Musa Al-Asy’ari seorang ahli hukum, zakelyk dan jujur. Sedang Muawiyah mengutus Amr bin Ash, seorang diplomat yang ulung, cerdik dan pandai mengatur siasat. Dari perundingan tersebut keduanya memutuskan akan menurunkan Ali serta Muawiyah dari kekhalifahan, dan untuk selanjutnya khalifah akan diangkat oleh kaum muslimin.

Atas kelicikan Amr bin Ash, maka Abu Musa dipersilahkan terlebih dahulu untuk mengumumkan penurunan Ali dari jabatannya sebagai khalifah, dengan alasan karena Abu Musa lebih tua usianya dari Amr bin Ash, maka sudah sepantasnyalah diberi kesempatan yang pertama.

Sesudah Abu Musa mengumumkan penurunannya Ali sebagai khalifah di hadapan kaum muslimin, naiklah Amr bin Ash, dan berkata: “Wahai kaum muslimin tadi barulah kita dengar bersama pernyataan dari Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa beliau pada hari ini telah menurunlkan Ali bin Abi Thalib dari jabatannya sebagai khalifah. Dengan kekosongan khalifah itu, maka pada hari ini saya mengangkat Muawiyah bin Abi Sofyan sebagai khalifah”.

Sejak itulah Muawiyah menjadi khalifah kaum muslimin secara resmi, meskipun diperoleh dengan tidak wajar dan sekaligus menyimpang dari ajaran Islam.[1]

Sejak berdirinya pemerintahan Bani Umayah pada tahun 661 M dimulai pula tradisi baru dalam sistem pemerintahan Islam. Sistem pemilihan secara demokratis yang dikembangkan selama masa kekhalifahan ar-Rasyidin telah tidak dikenal lagi dalam proses pemilihan khlaifah. Proses pergantian khalifah untuk seterusnya dilakukan mengikuti sistem turun-temurun. Dalam literatur Islam sistem itu dikenal sebagai Daulah Islamiyah, yang berarti kekuasaan Islam yang berciri kedinastian atau ashobiyah.