.
.
Perlukah Pengurangan Subsidi BBM?
Besaran subsidi energi pada tahun anggaran 2014 mencapai 297,4 triliun. Angka tersebut didasarkan pada realisasi tahun 2013 sebesar 299,59 triliun dari yang ditetapkan APBN-P 2013 sejumlah 140 Kelas IX SMP/MTs 287,14 triliun. Subsidi energi tahun ini mencakup BBM/LPG dengan pengajuan 210,73 triliun.
Sementara itu, realisasi tahun lalu mencapai 210 triliun dari APBN-P 2013 sebesar 199,9 triliun. Peningkatan subsidi BBM tersebut karena lonjakan konsumsi minyak Indonesia. Di sisi lain, produksi (lifting) minyak tidak mencapai target. Contoh, sejak tahun 2009, realisasi produksi minyak selalu di bawah target. Pada tahun 2013, targetnya 840 ribu barel per hari, realisasinya 825 ribu barel per hari.
Bagaimana dengan konsumsi minyak? Pada tahun 2009, konsumsinya sebesar 1,02 juta barel per hari. Kemudian, pada tahun 2013 melonjak menjadi 1,50 juta barel per hari. Dengan demikian,
pada tahun lalu Indonesia harus mengimpor minyak sebesar 725 ribu barel per hari. Indonesia adalah negara pengekspor sekaligus pengimpor minyak.
Sejak 2004, Indonesia sudah menjadi importir minyak (net importer oil). Dengan kata lain, jumlah impor untuk memenuhi konsumsi domestik melebihi jumlah ekspor minyak. Sebelum tahun 2004, Indonesia masih dikenal sebagai eksportir minyak (net exporter oil) karena ekspor lebih tinggi dari impor.
Subsidi BBM harus diakui cenderung meningkat. Kondisi ini tentu membebani APBN. Untuk itu, diperlukan upaya menurunkan atau bahkan menghapus subsidi BBM secara bertahap. Mengenai kebijakan penurunan subsidi BBM yang berdampak pada kenaikanharga BBM, tentu menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan.
Kelompok yang setuju penurunan subsidi BBM mempunyai argumentasi subsidi akan menimbulkan inefisien dalam perekonomian. Besaran subsidi tersebut sebagian dinikmatiprodusen dan konsumen, namun ada yang hilang dan tak dinikmati keduanya (dead-weight welfare loss). Subsidi BBM tidak tepat sasaran. Masyarakat yang berpenghasilan lebih tinggi menikmatisubsidi BBM lebih besar daripada rakyat berpendapatan rendah.
Dengan subsidi, harga di pasar domestik menjadi lebih murah. Akibatnya, cenderung terjadi konsumsi berlebihan (over consumption) atau pemborosan energi. Kondisi tersebut juga akan mendorong penyelundupan ke pasar internasional. Hasil pengurangan anggaran subsidi BBM dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, asuransi, jaminan kesehatan, beasiswa Bahasa Indonesia 141 pendidikan, program padat karya dan kegiatan lainnya untuk masyarakat miskin. Jika harga naik, konsumsi menjadi semakin rasional (tidak berlebihan). Selanjutnya, kondisi kualitas lingkungan menjadi semakin baik karena polusi berkurang.
Kelompok yang kontra penurunan subsidi BBM mempunyai argumentasi lain. Penurunan subsidi yang diikuti kenaikan harga bbm memicu inslasi. Kondisi ini menjadikan daya beli masyarakat turun, khususnya masyarakat masyarakat miskin. Akhirnya, jumlah penduduk kategori miskin akan bertambah.
Kenaikan harga BBM dan inflasi akan menebabkan permintaan domestik menurun sehingga melemahkan produksi. Penurunan produksi di berbagai sektor ekonomi akan meningkatkan
pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meningkatkan pengangguran. Ringkasnya, kelompok kontra berpendapat kenaikan harga BBM menebabkan inflasi, kemiskinan serta pengangguran lebih tinggi.
Penurunan dan/atau penghapusan subsidi BBM tentu berdampak negatif terhadap perekonomian dalam jangka pendek, terutama inflasi, sektoral, ekonomi makro, kemiskinan dan pengangguran, tetapi kecil. Yang perlu dicermati adalah dampak terhadap kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah baru harus sudah mempunyai solusi terhadap subsidi BBM, seperti keberanian menurunkan subsidi BBM secara bertahap sampai akhirnya menghapus.
Dampak negatif penurunan subsidi BBM dalam jangka dapat dikurangi dengan menerapkan kebijakan fisikal lewat jaring pengaman sosial dan kebijakan moneter dan Bank Indonesia dapat
menurunkan jumlah uang beredar melalui instrumen menaikkan suku bunga setifikat bank indonesia. Pengurangan subsidi BBM juga harus disertai program kompensasi. Meskipun demikian,
program kompensasi yang tidak efektif justru akan meningkatkankemiskinan.
Sebaliknya, jika program kompensasi dapat dilaksanakan dengan efektif, dapat menekan kemiskinan. Kompensasi sebaiknya bukan dalam bentuk tunai, tetapi dapat berupa asuransi kesehatan, beasiswa pendidikan, modal kerja UMKM, padat karya, serta beras untuk masyarakat miskin.
Subsidi tidak dapat diberlakukan terus-menerus. Andai subsidi terpaksa diberikan, harus diberlakukan secara adil, selektif, dan tepat sasaran dengan jangka waktu terbatas. Subsidi harus dikurangi secara bertahap, sampai akhirnya dihapus. Pemerintah baru didorong berani mengurangi subsidi BBM disertai penjelasan kepada masyarakat.
Paragraf keberapa struktur teks diskusi (isu, argumen mendukung, argumen menentang, kesimpulan) dari ‘perlukah pengurangan subsidi BBM?’
Isu merupakan permasalahan yang menjadi topik diskusi, yaitu berada pada paragraf 1-5. argumen mendukung pada paragraf 6 dan 7. argumen menentang pada paragraf 8-12. kesimpulan pada paragraf 13 (paragraf terakhir)