Contoh cerpen berisikan majas dan ungkapan
Cintaku Bersemi di Warung Soto
“Ria!. Ria!!..” suara itu kudengar dengan samar – samar.
Suara lelaki. Kutengok kanan, kiri dan belakangku. Tak ku lihat batang hidung seseorang disini. Hanya ada bayanganku, aku, serta gaun putih indah yang ku kenakan saat ini. Di kursi putih tepi danau ku lihat keagungan Tuhan Sang Pencipta. Aku masih gelisah, siapakah yang memanggilku. Dengan suara lantang, namun samar – samar. Aku menyandarkan tubuh serta seluruh beban dalam pikiranku di kursi itu. Sungguh, aku sangat terkejut melihat ada orang menyodorkan bunga di depan mataku dari belakang tubuhku. Saat akan kutengok kebelakang…
Byuuurrrrr…. Dan kini omelan kakakkulah yang ku dengar. Dengan pakaian serta tempat tidur yang basah kuyup.
“Adek, bangun! Sore-sore begini masih tidur saja. Bangun! Mandi sana terus aku ajak ke warung seberang jalan sana, ya, cari cemilan.” omel kakakku lalu pergi.
Mataku terbelalak. Aku teringat pada beberapa hari yang lalu. Hari itu aku pulang berbelanja bersama saudaraku di Supermarket. Ketika aku lewat depan warung ada seorang lelaki mengenakan seragam SMA bersiul ke arahku dan berkata, “Cewek.” Dan hal itu tidak hanya sekali melainkan berkali-kali. Ketika pulang sekolah, bersepeda, atau bahkan hanya sekedar ingin mencuci mata.
“Dek, sudah bangun apa belum sih? Ayo! Nanti keburu tutup warungnya,” suara kakakku yang tengah berdiri di hadapanku.
“Iya-iya kak. Ngumpulin energi dulu.”
“Alesan aja. Ayo cepetan masuk kamar mandi,” kata kakakku sambil menarikku dari tempat tidur
“Iya-iya. Ah, bawel. Eh, kak, disana kan jual soto, emang ada cemilan?”
“Mungkin aja. Ayo lah, cepetan, keburu tutup lo dek!”
“Hmmm… Iya – iya…”
Setelah selesai mandi, aku menemani kakakku pergi ke warung untuk membeli beberapa camilan. Hatiku berdebar dag, dig, dug, der. Dan dugaanku benar, dia ada disana. Namun aku heran, ketika aku dan kakakku datang dia menjadi gugup, salah tingkah, dan akhirnya pergi ke luar warung. Ibu warung yang sibuk dengan pelanggannya meminta bantuan kepada seseorang untuk melayaniku.
“Setya! Sini, bantu ibu. Kok malah keluar.” kata ibu warung.
“Iya, bu.” sahut seorang lelaki yang bernama Setya.
Tak ku sangka. Ternyata, nama lelaki yang selalu membuatku illfeel itu bernama Setya. Ia melangkah mendekatiku dan berkata.
“Mau beli apa mbak?” katanya dengan pelan.
Ia tak berani memandangku, memandang kakakku saja tak berani. Kakakku pun membeli segala camilan yang ia inginkan. Dengan gugup Setya pun mengambil satu persatu apa yang di inginkan kakakku. Kakakku pun menawarkanku, camilan apa yang ku inginkan.
“Kamu mau beli apa dek?”
“Gak saja mbak. Belanjaan mbak saja suda sebanyak saku celana!” sahutku.
“He.. Kan untuk persediaan 1 minggu, adekku sayang.” Kata kakakku sambil mengacak – acak rambutku.
Setelah membayar, kakakku dan aku pun pergi. Hatiku sedikit lega. Dia tidak memalukanku di depan kakakku. Ketika kita telah sampai tengah jalan, Setya memanggil kami. Hatiku berdebar untuk kedua kalinya. Kakakku menyuruhku untuk kembali. Ternyata kakakku meninggalkan beberapa lembar kembalian. Kali ini Setya berani menatapku, bahkan hingga pangkal mataku. Aku pun seakan terhipnotis oleh tatapan tajamnya, serta senyum manisnya. Waktu terasa sangat lambat, namun cepat. Kakakku memanggilku, dan sekaligus mengakhiri tatapanku bersamanya.
“Ini kembaliannya. Dua ribu lima ratus.” nyess…
Hatiku yang tadinya membara, kini terasa dingin bagaikan tersiram air es seember. Suaranya lembut banget.
“Iya, makasih” jawabku lembut.
Aku pun tersenyum padanya, mengambil uangnya, lalu berlari menghampiri kakakku. Aneh, baru kali ini aku tersenyum pada orang yang baru saja aku kenal. Sumpah, ini terasa seperti di mimpi, aku terasa terhipnotis.
Semalaman ini aku tak bisa belajar. Senyumannya, suara lembutnya, tatapannya, parasnya selalu bertebangan di pikiranku. Aku pun tertawa sendiri di dalam kandangku. Ya Allah, apakah dia juga memikirkanku
Kami pun saling balas – membalas pesan singkat ini sampai waktuku