Cerpen banun karya damhuri muhammad

Posted on

Cerpen banun karya damhuri muhammad


Banun pada awal cerita akan mengundang kebencian
pembaca terhadap watak yang dimilikinya. Penulis cerpen ini, Damhuri Muhammad sengaja
menceritakan Banun sebagai orang yang pelit. Sebuah karakter

tokoh yang umumnya
dibenci para pembaca, hal ini dapat didapatkan pada paragraf.

Bila ada yang
bertanya, siapa makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang
menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa
sabut kelapa itulah jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun,
lantaran sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar, pada sebuah
pergunjingan yang penuh dengan kedengkian, seseorang menambahkan kata ”kikir”
di belakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat sebagai Banun Kikir. Konon,
hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menumbangkan rekor
kekikiran Banun.


Selain itu pada awal cerita pembaca akan mengenal
seorang tokoh yang paling berperan penting dalam pembentukan karakter Banun
yang diceritakan yaitu Palar. Palar dalam cerita “Banun” adalah seorang kaya
raya yang memiliki banyak harta. Dialah orang pertama yang memberikan gelar ke
pada Banun hingga sepanjang masa tuanya Banun dipanggil sebagai Banun kikir. Penulis
berhasil menggambarkan kekikiran Banun dalam cerita.


Hal yang menyentak dari cerpen yang diterbitkan pada
harian Kompas tahun 2010 ini adalah pengungkapan kisah Banun sejak awal yang
sekaligus menjadi penjelas tentang sikap Banun sebenarnya yang selama ini
dianggap sebagai orang kikir. Pada paragraf terakhir Damhuri Muhammad berhasil
menciptakan ending cerita yang manis.


”Kalau Mak menerima pinangan Rustam, tentu
julukan buruk itu tak pernah ada,” sesal Rimah suatu hari.


”Masa itu kenapa Mak mengatakan bahwa aku
sudah punya calon suami, padahal belum, bukan?”


”Bukankah calon menantu Mak calon insinyur?”


”Tak usah kau ungkit-ungkit lagi cerita
lama. Mungkin Rustam bukan jodohmu!” sela Banun.


”Tapi seandainya kami berjodoh, Maka tak
akan dinamai Banun Kikir!”


Sesaat Banun diam. Tanya-tanya nyinyir Rimah
mengingatkan ia pada Palar yang begitu bangga punya anak bertitel insinyur
pertanian, yang katanya dapat melipatgandakan hasil panen dengan mengajarkan
teori-teori pertanian. Tapi, bagaimana mungkin Rustam akan memberi contoh cara
bertani modern, sementara sawahnya sudah ludes terjual? Kalau memang benar
Palar orang tani yang sesungguhnya, ia tidak akan gampang menjual lahan sawah,
meski untuk mencetak insinyur pertanian yang dibanggakannya itu. Apalah guna
insinyur pertanian bila tidak mengamalkan laku orang tani? Banun menolak
pinangan itu bukan karena Palar sedang terbelit hutang, tidak pula karena ia
sudah jadi tuan tanah, tapi karena perangai buruk Palar yang dianggapnya sebagai
penghinaan pada jalan hidup orang tani.