Perlawanan kerajaan jambi terhadap belanda
Perlawanan Rakyat Jambi tahun 1902.
Pada awal tahun 1902 pasukan Belanda telah berada di muara sungai Merangin dan siap menuju ke pedalaman. Asisten Residen sementara Jambi, O.L. Helfrich pada tanggal 7 Januari 1902 mengadakan perjalanan dengan kapal Tamiang menuju Merangin. Hubungan yang tidak harmonis antara Pangeran Temenggung dan anaknya Kerto Negaro menguntungkan pemerintah kolonial. Helfrich mendekati Kerto Negaro untuk mendapatkan informasi tentang kekuatan Pangeran Temenggung di Merangin. Hubungan mereka berlanjut dengan hubungan kerjasama pada bulan Maret untuk memudahkan pergerakan pasukan Belanda. Kerto Negaro dan Raden Taha dikirim oleh Helfrich menuju Mesumai untuk menyampaikan pesan pada Pangeran Temenggung untuk menghentikan perlawanan. Akan tetapi tawaran tersebut ditolak oleh Temenggung.
Pangeran Temenggung pun segera mengadakan persiapan untuk mempertahankan Ulu Merangin dari serangan musuh. Kekuatan di benteng pertahanan Lumbur terdiri dari 40 orang. Bentang pertahanan lain juga dibangun oleh masyarakat Kandis. Akan tetapi mereka tidak dapat menahan pasukan Belanda. Pasukan Belanda pun terus bergerak menuju Tabir untuk melanjutkan pencarian markas Sultan Taha dan Pangeran Dipo Negaro. Mereka melakukan penyergapan di Rantau Panjang, pada bulan Mei akan tetapi hanya menemukan kelompok anak raja. Beberapa informasi yang didapat mengatakan bahwa Sultan Taha telah meninggalkan Muara Kilis tetapi kelompok lain memastikan Sultan Taha masih berada dekat Pematang.
Perlawanan Rakyat di Tembesi hilir berlangsung pada paruh kedua tahun 1902 di bawah komando Raden Mat Tahir dan Raden Seman (anak laki-laki Pangeran Kusen Joyo Ningrat). Aksinya ini membuat Belanda curiga terhadap Raden Taha, pemegang tanah apanage yang juga ipar dari kedua anak raja tersebut. Dia dicopot dari posisinya dan diasingkan ke Palembang. Menurut laporan pemerintah kolonial perlawanan masyarakat di daerah tersebut sangat heroik.
Pada tahun 1902 Helfrich dengan disertai pasukan militer dikirim ke Tebo untuk melakukan penyelidikan tentang kemungkinan didirikannya pos militer. Akhirnya diputuskan untuk mendirikan pos di Muara Tebo. Selama penelitian mereka mendapat bantuan dari jenang Kemas Sahabudin, salah seorang anak buah Taha. Akhirnya diputuskan membangun pos militer di Muara Tebo. Seorang kontrolir dan 1 kompi pasukan ditempatkan di Muara Tebo. Lokasi tersebut dekat dengan daerah kekuasaan Sultan Taha dan Pangeran Dipo Negaro.
Di Muara Tebo pemerintah kolonial melakukan konsolidasi administrasi, antara lain mendaftar penduduk dan senjata, melakukan monopoli garam dan membangun prasarana jalan. Dari Muara Tebo pasukan Belanda bergerak secara simultan ke Pelayang di Ulu Tebo dan ke Buat di Ulu Bungo setelah mendapat kabar bahwa Dipo Negaro, Abupati, Suto Joyo, dan Lomong berada di Buat. Saat pergerakan pasukan Belanda mencapai Ulu Btanghari dan daerah Tebo kedudukan Pangeran Ratu menjadi sulit. Pasukan dengan kekuatan 140 orang prajurit di bawah pimpinan Komandan Militer dari Jambi dan Asisten Residen meninggalkan Muara Tebo, pada tanggal 29 Desember 1902.