Hubungan kerajaan majapahit dam kerajaan demak..

Posted on

Hubungan kerajaan majapahit dam kerajaan demak..

Pada pertengahan pertama abad 16,
kerajaan Majapahit yang bersifat Hindu mengalami keruntuhan. Runtuhnya
Majapahit ditandai dengan terjadinya disintegrasi wilayah. Tebukti banyak
daerah-daerah Islam tidak mau lagi kepada Majapahit yang beragama Hindu itu. Oleh
penulis babad, tanda-tanda runtuhnya
Majapahit dilukiskan dengan kata-kata Sinar
Ilang Kertaning Bumi, yaitu sebagai pertanda tidak ada kemakmuran dan
ketentraman Negara. Kata-kata itu sebenarnya merupakan sangkalan yang menunjuk angka
tahun 1400 saka atau tahun 1478 Masehi.

Runtuhnya Majapahit kemudian
diikuti dengan munculnya dinasti baru, kerajaan Demak di bawah pimpinan Raden
Patah, seorang keturunan Majapahit yang telah memeluk Agama Islam.
Daerah-daerah Islam di pantai utara Jawa, di bawah dominasi Bintara Demak,
berusaha melakukan suksesi terhadap Majapahit. Ketika terjadi penyerbuan oleh
pasukan Demak, raja Majapahit terakhir Prabu Brawijaya (Bhre Kertabumi)
berhasil lolos meninggalkan istana. Bersamaan dengan itu, terlihat cahaya
memancar terang muncul dari istana Majapahit, naik ke atas dan terbang ke arah
barat, jatuh di Bantara Demak.

Bagi masyarakat Jawa, berpindahnya
kedudukan raja dari Majapahit ke Demak yang ditandai dengan munculnya andaru
itu merupakan cara atau bentuk pengesahan (legitimasi) yang paling meyakinkan.
Andaru dianggap sebagai sebuah wahyu yang mempunyai kekuatan dan kemampuan yang
besar. Siapapun jika mendapat wahyu dari Tuhan berupa pulang kraton atau
kekuatan suci, maka orang itu akan memimpin tanah Jawa dan akan mewarisi pula
tahta kerajaan. Dengan demikian ia akan dapat menguasai tanah jawa.
Keberadaan kasultanan Demak tidak
lama hanya sekitar 40 tahun. Sesudah Raden Patah, keadaan tidak tenang
lagi.  Raja Demak terakhir, Sunan Prawata
dibunuh oleh kemenakanya, Arya Penangsang kira-kira pada tahun 1548. Arya
Penangsang memerintah Jipang sebagai raja bawahan. Tujuannya ialah mambalas
dendam atas kematian ayahnya yang telah dibunuh atas perintah Sunan Prawata.
Mungkin juga Arya Penangsang berwenang menduduki  tahta Demak. Akan tetapi pada saat hendak
meduduki tampuk kekuasaan gugurlah dia. Ia terbunuh dalam pertempuran melawan
lascar Jaka Tingkir (penguasa Pajang) yang dibantu oleh Ki Penjawi dan Ki
Pemanahan. Jaka Tingkir bertindak sebagai pembalas atas kematian Pangeran Hadiri
(Kyai Kalinyamat) dari Jepara, ipar Sunan Prawata yang telah menemui ajalnya
juga karena ulah Arya Penangsang.

Jaka Tingkir adalah bekas kepala
pengawal sekaligus menantu Sultan Prawata. Ia berasal dari Pengging di Selatan
Gunung Merapi. Oleh karena lahir di Desa Tingkir, dekat Salatiga, maka ia
dinamakan jejaka dari Tingkir. Sebagai pewaris kerajaan Demak, Jaka Tingkir
kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya dan mendirikan kraton di Pajang. Ia
memerintah di Pajang selama hamper 20 tahun (1568-1586).
Sultan Hadiwijaya sebagai pewaris
kerajaan Demak sebenarnya bukan keturunan langsung dari pendahulunya. Tampilnya
Hadiwijaya sebagai raja dirasa tidak melalui prosedur yang biasa. Untuk itu
raja melalui penulis babad perlu membuat berbagai upaya legitimasi agar tidak
menimbulkan keraguan pada rakyat yang diperintahnya. Diantara-bentuk-bentuk
legitimasi itu antara lain berupa mitos-mitos keajaiban. Misalnya, Hadiwijaya
digambarkan mampu mengalahkan 40 buaya (bajul) yang kemudian dengan taatnya
mendorong rakit sampai ke Demak. 
Secara historis, perpindahan pusat
kerajaan baik dari Majapahit maupun dari Demak ke Panjang bukan semata-mata
berdasarkan pulung atau wahyu belaka, tetapi memang kenyataannya terdapat usaha
dari yang bersangkutan untuk mempergunakan haknya senagai penerus tahta. Hal
ini terlihat dari daftar silsilah yang termuat dalam babad Tanah Jawi, sebagai
berikut:
1.      Prabu
Brawijaya penghabisan berputra Raden Patah, Sultan Demak pertama.

2.      Prabu
Brawijaya penghabisan berputra seorang puteri yang menjadi isteri Jaka Sengara
(Adipati Dayaningrat di Pengging) berputera kyai Kebo Kenanga, berputera Mas
Karebet), Sultan Pajang pertama.

Dari
silsilah tersebut terlihat, bahwa Demak dan Pajang sama-sama berasal dari satu
dinasti, yaitu Majapahit. Maka tidaklah mengherankan apabila perang batin dan
perebutan mahkota selalu terjadi. Demikian pula perebutan kekuasaan berulang
kembali pada masa akhir Pajang dan awal Mataram.
Seperti
telah disebut, bahwa usaha Aria Penangsang untuk merebut tahta kerajaan Demak
dapat digagalkan oleh Jaka Tingkir  yang
dibantu oleh Ki Penjawi dan Ki Pemanahan. Sebagai hadiah atas jasa-jasa itu, Ki
Penjawi dianugerahi tanah di daerah Pati oleh raja Pajang, dan Ki Pemanahan  memperoleh daerah Mataram yang semula masih
berupa hutan. Ki Pemanahan selanjutya mengubah nama dirinya  menjadi Ki Ageng Mataram.