Jelaskan upaya pemerintah untuk mengatasi perlawanan Daud Beureueh

Posted on

Jelaskan upaya pemerintah untuk mengatasi perlawanan Daud Beureueh

 Upaya pemerintah untuk mengatasi pemberontakan PKI Madiun adalah dengan mengerahkan pasukan dari Divisi Siliwangi ke Madiun dan seitarnya untuk mengepung pemberontak.
  Latar belakang munculnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat adalah karena penolakan terhadap perjanjian Renville dengan Belanda. Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, pemberontakan tetap berlanjut karena ketidakstabilan kondisi politik akibat Demokrasi Liberal
 Upaya pemerintah untuk mengakhiri pemberontakan DI/TII Aceh adalah dengan melakukan dialog dan perundingan dengan para pemimpin pemborontakan yang diketuai oleh Daud Beureueh.
 Pemberontakan PKI di Madiun

Pemerintah Indonesia mengatasi pemberontakan PKI di Madiun dengan mengerahkan pasukan dari Divisi Siliwangi yang dipimpin Jenderal Abdul haris Nasution dan Kolonel Sungkono sebagai Gubernur Militer. 
Saat itu pasukan Divisi Siliwangi sedang ditarik dari Jawa Barat karena perjanjian Renvile. Pasukan ini mengepung pemberontah yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin dan Musso, dan berhasil memadamkan pemberontakan dalam waktu yang cepat.  Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Pemberontakan DI/TII dimulai oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo. Dia menyatakan mendirikan negara Islam Indonesia, karena menolak kesepakatan perjanjian Renville, yang menyatakan bahwa pemerintah Indonesia harus mundur dari Jawa Barat. Kartosuwiryo memilih untuk tetap memberontak dan menyerang Belanda secara gerilya.
Ketika Belanda sudah mengakui kemerdekaan Indonesia pada Konferensi Meja Bundar, Kartosuwiryo tidak meletakkan senjata, malah menyerang pasukan Divisi Siliwangi yang kembali ke Jawa Barat.
Kondisi politik yang tidak stabil menjadi pemicu berlarutnya pemberontakan ini. Pada tahun 1950an, pemerintahan Indonesia menganut sistem demokrasi parlementer, dengan seorang perdana menteri sebagai pemimpin pemerintahan yang membentuk kabinet dengan dukungan parlemen. Karena parlemen Indonesia saat itu terpecah dengan tidak ada partai dominan, maka sering kali terjadi pergantian pemerintaha. Hal ini menyebabkan kebijakan pemerintahan tidak berjalan dan penanganan pemberontakan menjadi lambat.
 Pemberontakan DI/TII di Aceh
Pemberontakan DI/TII di Aceh dipicu antara lain karena kekecewaan tokoh-tokoh Aceh yang dipimpin oleh Daun Beureueh kepada pemerintah pusat. Kekecewaan ini diakibatkan oleh penghapusan status provinsi Aceh, yang dilebur dengan Sumatera Utara. Setelah munculnya pemberotakan DI/TII di Jawa Barat, pada tahun 1953 Daud Beureueh menyatakan bergabung dengan DI/TII. Pasukan tentara Indonesia dengan cepat dapat merebut kota-kota besar di Aceh, namun wilayah pedalaman dikuasai gerilya DI/TII. Untuk meredakan pemberontakan, pada tahun 1957 ditandatanganilah kesepakatan yang mengembalikan status provinsi Aceh, dan memberikan provinsi ini otonomi khusus.