Apa itu kepekaan hidup, kemasyarakatan dalam tema puisi?
Ada sikap latah yang sering hinggap dalam diri para pemimpin, pejabat, “penghuni” senayan, atau orang-orang terhormat yang sudah biasa masuk dalam lingkaran kekuasaan. Saat-saat menjelang Agustus-an seringkali dijadikan sebagai momentum untuk menunjukkan kepekaan akal budi dan kesalehan hati nurani. Orang mulia dan terhormat yang biasanya amat “alergi” terhadap puisi, tiba-tiba saja muncul keinginan untuk menjadi pembaca puisi yang baik di atas mimbar terhormat. Dengan tampilan meyakinkan, mereka lantang membaca puisi heroik, kata demi kata, larik demi larik, bait demi bait. Meski dengan vokal, intonasi, dan penghayatan pas-pasan, mereka amat bangga mendapat aplaus meriah auidens yang merasa “tersihir” dan terpukau. Pejabat kok mau ya, baca puisi? Olala!
Ingin mendownload puisi-puisi heroik? Cari saja di sini! atau kunjungi saja URL ini!
Iya, ya? Agak aneh memang. Kaum elite kita yang biasa bergelut di belakang meja dengan setumpuk berkas dan dokumen-dokumen penting kok ya sempat-sempatnya baca puisi. Tapi, sebenarnya nggak salah kok pejabat baca puisi. Jangankan membaca –yang hanya sebatas kemampuan reseptif, bukan produktif– lha wong menulis puisi juga nggak “diharamkan” kok. Konon –ini menurut Pak Handrawan Nadesul, lho!– beberapa presiden AS tercatat ada yang suka puisi. Bahkan, mantan Presiden Abraham Lincoln adalah penyair yang lama bersahabat dengan penyair Walt Whitman. Sentuhan puitis memberi persona antiperbudakan dan semangat demokrasi. Diberitakan bahwa Presiden Bush juga menulis puisi. Mantan Presiden Bill Clinton berapresiasi sengaja mengundang tiga penyair kenamaan ke Gedung Putih saat Bulan Puisi Nasional. Tak banyak yang tahu bila Donald Rumsfeld (Menhankam AS) juga seorang penyair. Membaca setiap pidato mantan Presiden Ronald Reagan semasa hidupnya, kita merasakan betapa kaya ungkapan puitisnya. Ini adalah bukti bahwa dalam pendidikan Barat kesusastraan sama vitalnya dengan matematika.
Pablo Neruda, penyair Cile yang beradab dalam berpolitik, pernah menjadi kandidat presiden Cile sebelum mendapat hadiah Nobel. Leopold Sedar Senghor, penyair dan pejuang Senegal menjadi presiden setelah merebut kemerdekaan dari Perancis. Dia adalah pioner demokrasi dan kebebasan pers. Dia memilih turun terhormat dan memberikan kekuasaannya kepada perdana menterinya setelah 20 tahun memerintah.
Ya, memang hanya sebatas puisi. Wujudnya hanya rangkaian kata-kata yang diindah-indahkan alias bahasa sebagai wujud ekspresinya. Namun, sejatinya puisi merupakan “gizi batin” yang mampu memberikan pencerahan dan katarsis kehidupan. Puisi memunculkan kepekaan akal budi dan kesalehan hati nurani yang membikin mata batin kita menjadi lebih arif, matang, dan penuh “wisdom” dalam memandang setiap fenomena dan gejala kehidupan.
Peka terhadap seseorang yg berada disekitar kita , kemasyarakatan perilaku untuk berhubungan dengan masyarakat dengan baik