Apa tantangan yang dihadapi madsarah diniyah? Berikan solusinya!
Jawaban:
banyak sekali
Penjelasan:
Problem
Madrasah diniyah klasik dalam hal ini banyak mendapat perhatian bagi sebagian peneliti dan penulis. Tentu saja bukan karena perannya yang strategis dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, tetapi juga berbagai problematika di seputarnya juga sangat kompleks. Perbaikan-perbaikan yang diharapkan memang telah dilakukan oleh sebagian madrasah diniyah klasik dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik dari sisi manajemen, kurikulum, dan/ atau fasilitasnya, tetapi memang sulit membuat stigma atas madrasah diniyah klasik yang sangat identik dengan ketradisionalan metode pembelajaran yang digunakan, tanpa adanya kurikulum, hanya berorientasi pada kitab-kitab klasik (kitab kuning) abad pertengahan (al-kutub al-mu’thabarah), tidak ada daftar santri atau peserta pengajian secara formal, tidak ada evaluasi belajar bagi santri sebagaimana lazimnya di lembaga pendidikan formal, perkembangan santri yang hanya dilihat secara individual-individual, ilmu-ilmu yang dikembangkan adalah ilmu-ilmu agama an sich (misalnya: fikih, akidah akhlak, tafsir, hadits, tasawuf, dan semacamnya), lebih bersifat kiyai oriented, dan mencirikan pada pemahaman dan pengembangan aliran mazhab atau paham keagamaan tertentu. Tetapi ini tentu saja bisa kita mengerti, oleh karena secara kultur hal-hal tersebut terkondisikan dengan kultur di seputar pertumbuhan dan perkembangan madrasah diniyah klasik.
Tantangan zaman yang telah berubah
Madrasah diniyah klasik yang bertumbuh dan berkembang di tengah arus perubahan itu, juga semestinya bisa sejalan arus. Pada konteks ini, model pembelajaran pendidikan agama Islam yang berciri tradisional sebagaimana umumnya madrasah diniyah klasik gunakan jelas tidak sejalan dengan zaman sekarang. Kiyai-kiyai pada madrasah diniyah klasik pada hari ini, mestinya bisa berkreasi dan berinovasi dalam konteks ini. Dengan begitu, pembelajaran di madrasah diniyah klasik dapat berlangsung menarik, dan santri-santrinya pun bisa optimal dalam menyerap baik informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara tentang bagaimana seharusnya mereka belajar.
Betul, bahwa dulu seorang kiyai dalam mengajar, ya mengajar saja. Tidak pernah berpikir seorang kiyai misalnya, tentang pilihan-pilihan metode yang akan ia coba aplikasikan dalam pembelajaran. Sangat monoton. Begitupula di madrasah diniyah klasik di waktu yang lampau. Hal ini sebagaimana diungkap oleh Zuhairini, Abdul Ghafur dan Slamet As Yusuf dalam buku Metodik Khusus Pendidikan Agama, lebih dikarenakan karena saat itu orang-orang menganggap bahwa aktifitas pembelajaran sebagai pekerjaan praktis, dan tidak perlu pengkayaan pengetahuan teoritis. Tetapi pada saat abad 21 ini, setelah berbagai media baru (new media) ditemukan, maka tidakkah sepatutnya, guru-guru (termasuk guru agama) di madrasah diniyah klasik mestinya bisa berkreasi dan berinovasi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang ia berikan.
Melakukan reformulasi metodologi pembelajaran di madrasah diniyah klasik pada zaman sekarang jelas menjadi kebutuhan yang urgen dan signifikan sejalan dengan perkembangan media baru (new media) yang ada. Jika pihak pengelola madrasah diniyah klasik enggan meninggalkan ciri-ciri ketradisionalannya, mengapa tidak mencoba berpikir untuk memadukannya saja. Semacam model blended learning. Dengan blended learning, pembelajaran pendidikan agama Islam yang diberikan secara tradisional yang relevan dalam membentk karakter santri sehingga menjadi santun, ikhlas dan pekerja keras, akan menjadi lebih positif ketika dipadukan dengan pemanfaatan media baru (new media) dalam pembelajaran yang relevan dalam membangun santri yang antusias, kreatif, inisiatif, berani dan menghargai perbedaan. Di zaman ini, blended learning inilah yang menjadi tantangan bagi madrasah diniyah klasik.