Apa yang melatar belakangi terjadinya perang sunggal pada tahun 1872 ?
Latar belakangnya adalah
Ada dua tokoh pejuang yang terlibat secara langsung dalam 'Perang Sunggal' ini.
Keduanya berusaha mempertahankan Sunggal (Serbanyaman), tanah airnya, dari
penjajahan Belanda. Kedua tokoh itu ialah Datuk Badiuzzaman Johan Sri Indera
Surbakti dan Datuk Alang Muhammad Bahar Johan Sri Indera Surbakti. Datuk
Badiuzzaman Surbakti merupakan keturunan ke-7 dari Sesser Surbakti yang
asal-usulnya adalah dari Telun Kulu, Tanah Karo. Sedangkan Datuk Alang Muhammad
adalah adik Datuk Badiuzzaman. Keturunan pemerintah Sunggal bermula dari Sesser
Surbakti yang mempunyai putera bernama Si Gajah. Sesser Surbakti mendirikan
Kampung Sumbuwaiken di kaki Gunung Sibayak. Si Gajah mempunyai putera yang
bernama Adir Surbakti. Mereka bertempat tinggal di daerah Pancurbatu dan
kemudian memeluk agama Islam. Selanjutnya putera Adir Surbakti yang bernama
Datuk Hitam Surbakti menjadi Raja Sunggal pada 1632 dan seorang anak perempuan
yang bernama Nang Baluan kawin dengan Gocah Pahlawan, yang merupakan asal-usul
keturunan raja-raja Deli dan raja-raja Serdang. Datuk Hitam Surbakti mempunyai
dua orang anak yang laki-laki bernama Datuk Undan Surbakti dan yang perempuan
bernama Dayan Sermaidi yang kawin dengan Panglima Mangendar Alam, salah seorang
keturunan Sultan Deli.
Datuk Undan Surbakti berputerakan Datuk Amar Laut Surbakti yang pada masa
pemerintahannya melepaskan diri dari ikatan dengan Deli, mengeluarkan
cap/stempel dan bendera sendiri, dan meresmikan Sunggal merdeka serta
berpemerintahan sendiri. Datuk Amar Surbakti mempunyai tiga orang anak lelaki
yaitu Datuk Ahmad (Abdul Hamid) Surbakti, Datuk Jalil Surbakti, dan Datuk Kecil
(Mahini) Surbakti. Datuk Ahmad Surbakti inilah yang mengganti nama Sunggal
menjadi Serbanyaman. Putera Datuk Ahmad Surbakti ada tiga orang yaitu Datuk
Badiuzzaman Surbakti, Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti, dan Datuk Haji
Surbakti. Pada masa pemerintahan mereka ini di Serbanyamanlah terjadinya
'Perang Sunggal' tersebut.
Pemicu terjadinya 'Perang Sunggal' ini adalah masalah tanah. Pada 1870 Sultan
Mahmud Perkasa Alam (Sultan Deli) memberikan tanah yang subur di wilayah
Sunggal untuk dijadikan konsensi perkebunan perusahaan Belanda yang bernama De
Rotterdam dan Deli Maschapij. Pemberian tanah ini tanpa melalui perundingan
dengan penguasa serta rakyat wilayah Sunggal sehingga timbullah perlawanan
bersenjata. Pada 1872 Datuk Badiuzzaman Surbakti dan adiknya Datuk Alang
Muhammad Bahar Surbakti dengan didukung rakyat Serbanyaman (Sunggal) dan suku
Karo lainnya mulai mengadakan perlawanan dengan mengangkat senjata terhadap
Belanda. Ketika itu, Belanda didukung oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam.
Perlawanan rakyat Serbanyaman (Sunggal) dilakukan rakyat dengan bergerilya
sambil membakar bangsal-bangsal tembakau di atas tanah rakyat yang dikuasai
oleh Belanda. Perang ini berlangsung sampai dengan 1895.