Bagaimana ajaran nabi muhammad, tentang sistem ekonomi adan sistem masyrakat?
Nabi Muhammad Saw berhijrah dari kota Makkah ke kota Yasrib. Di kota yang bertanah subur ini, Rasulullah Saw disambut dengan hangat serta diangkat sebagai pemimpin penduduk kota yasrib. Sejak saat itu, kota Yasrib berubah menjadi kota Madinah.
Perkembangan yang terjadi di kota Madinah sangat pesat, berbeda halnya dengan periode Makkah, Islam menjadi kekuatan politik pada periode Madinah. Rasulullah Saw menjadi pemimpin kota kecil yang jumlahnya terus meningkat dari masa ke masa. Ajaran Islam yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat banyak yang turun di Madinah.
Rasulullah selain sebagai kepala Negara juga sebagai pemimpin agama, telah banyak melakukan perubahan dalam menata kehidupan masyarakat Maadinah. Banyak hal yang dilakukan oleh Rasul terutama membangun dari sisi kehidupan sosial. Baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat bahkan membersihkan tradisi dan ritual yang bertentangan dengan ajaran Islam. Seluruh aspek kehidupan didasarkan dengan nilai-nilai Qur’ani.
Madinah merupakan negara yang baru terbentuk dan mobilitas ekonomi sangat rendah. Sistem ekonomi yang diterapkan Rasulullah berakar dari prinsip-prinsipQur’ani. Al-qur’an merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan bagi umat manusia dalam melakukan aktivitas disetiap aspek kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi. Dalam pandangan Islam, kehidupan manusia tidak bisa dipisah-pisahkan menjadi kehidupanruhiyah dan jasmaniyah, melainkan sebagai satu kesatuan yang utuh. Islam tidak mengenal kehidupan yang hanya berorientasi pada akhirat tanpa memikirkan kehidupan duniawi atau sebaliknya.[1]
Kondisi masyarakat Madinah pada saat itu masih belum menentu dan tidak bisa diperbaiki dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, Rasulullah mencari solusi untuk memperbaiki keadaan tersebut untuk mengubah secara perlahan-lahan tanpa bergantung kepada faktor keuangan. Rasulullah melakukan strategi dan langkah-langkah yang ditempuh untuk mengantisipasi dan memperbaiki keadaan tersebut dengan beberapa cara.[2]
Setelah Madinah menjadi sebuah Negara, semua kegiatan tugas negara dilaksanakan kaum Muslimin secara gotong royong dan sukarela karena Madinah hampir tidak memiliki pemasukan dan pengeluaran negara. Pendapatan mereka peroleh dari berbagai sumber yang tidak terikat, bisa dari hadiah atau harta rampasan perang (ghanimah). Ghanimah inilah yang kemudian menjadi salah satu sumber pendapatan negara demikian juga dengan zakat fitrah dan zakat mal, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an tentang bagaimana tata cara pembagian harta rampasan perang.[3]