Bagaimana fenomena ham di indonesia
Banyak ahli mendakwa mengenai pengertian daripada HAM. Menurut pendapat Jan Materson (dari Komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa “Human rights could be generally defined as those rights which are inherent in our nature and without which can not live as human being” (hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia)[1]. Miriam Budiarjo membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai “hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan di bawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat”[2]. Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa Pencipta sebagai hak yang kodrati (Masyhur Effendi, 1994)[3]. Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hal kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia. Sementara menurut Koentjoro Poerbapranoto (1976), HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci.
Dalam pasal 1 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah maupun setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
1.1 Sejarah HAM
Sejarah hak-hak asasi manusia (HAM) tumbuh dan berkembang pada waktu hak-hak asasi itu oleh manusia mulai diperhatikan dan diperjuangkan terhadap serangan-serangan atau bahaya yang timbul dari kekuasaan suatu masyarakat atau negara (state). Pada hakikatnya persoalan mengenai hak-hak asasi itu berkisar pada hubungan antara manusia sebagai individu dan masyarakat. Sebab, suatu negara semakin kuat dan meluas, secara terpaksa ia akan mengintervensi lingkungan hak-hak pribadi yang mengakibatkan hak-hak pribadi itu semakin berkurang. Maka pada saat yang sama terjadilah persengketaan antara individu dan kekuasaan negara. Dalam pertarungan itu, pihak individu (rakyat) selalu berada pada posisi yang terkalahkan. Pada saat itu pula perlindungan terhadap hak-hak individu yang bersifat asasi itu sangat dibutuhkan. Bila ditelusuri lebih jauh ke belakang mengenai sejarah lahirnya HAM, umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa cikal bakal HAM itu sebenarnya telah ada sejak lahirnya Magna Charta[4].
Semangat Magna Charta melahirkan undang-undang dalam kerajaan Inggris tahun 1689 yang dikenal dengan undang-undang hak (Bill of Right). Peristiwa ini dianggap sebuah keberhasilan rakyat Inggris melawan kecongkakan raja John, sehingga timbul suatu adagium yang berintikan “manusia sama di muka hukum (equality before the low)”. Adigium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi yang mengakui dan menjamin asas persamaan dan kebebasan sebagai warga negara. Asas persamaan ini pula yang nantinya, mendasari hakhak lainnya seperti kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia sebagaimana tercermin dalam konsideran mukadimah Deklarasi Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia 1948. Untuk mewujudkan kedalam suatu tindakan konkrit dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan, pemikiran dua tokoh, Rousseau tentang kontrak sosialnya dan Motesquieu dengan trias politiknya telah memberikan kontribusi yang amat besar. Trias politica yang lahirnya didorong oleh sebuah keinginan untuk mencegah tirani, pada intinya membuat pemisahan antara kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif, sehingga seorang raja tidak dapat bertindak secara semena-mena di luar ketentuan hukum yang berlaku. Paham ini pula yang memberi semangat bagi munculnya deklarasi tentang kemerdekaan “Declaration of Independence” di Amerika (1776). Di dalam deklarasi itu ditegaskan bahwa manusia adalah merdeka sejak dalam perut ibunya, sehingga tidak logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
HAM adalah hak asasi manusia