Bagaimana hukum jual beli online dalam Islam menurut pandangan 4 Mazhab ??? Dan dalilnya

Posted on

Bantu tolong ya

Bagaimana hukum jual beli online dalam Islam menurut pandangan 4 Mazhab ??? Dan dalilnya

Jawaban:

Di sini terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqih. Kalangan Hanafiyah dan Malikiyah menghukumi mutlak kebolehannya. Sementara ulama Syafiiyah memerinci menjadi dua hukum, yaitu bisa batal dan bisa juga sah, tergantung pada kondisi barang yang diwakilinya. Adapun kalangan Hanabilah menghukumi sebagai tidak sah (dengan disertai catatan), karena jual beli dengan sampel adalah sama dengan jual beli barang yang tidak diketahui (al-bai'ul mughîbul ashl).

alasan dipandang sahnya jual beli dengan sampel oleh tiga ulama mazhab yang pertama (Hanafiyah, Malikiyah dan Syafiiyah) adalah lebih didorong karena hal tersebut sudah mafhum secara 'urf (tradisi). Di dalam urf ini, masing-masing pihak yang melakukan akad telah melakukan beberapa uji materi terhadap sampel, khususnya terhadap barang yang bisa ditakar atau ditimbang. Terhadap kedua tipe barang ini, sampel kadang dianggap mampu merepresentasikan kondisi semua barang yang hendak dibeli

Namun, untuk menghindari kemungkinan terjadinya gharar dan ghabn (kecurangan) sehingga berakibat merugikan (dlarar) salah satu pihak yang bertransaksi, maka ketiga ulama mazhab mensyaratkan bahwa barang yang bisa diambil sampelnya adalah harus barang yang bersifat homogen (sejenis). Adapun bila kondisi mabi' (barang yang diperdagangkan) bersifat heterogen dan bercampur, maka ketiga ulama mazhab tersebut menyatakan tidak sahnya jual beli. maka ulama kalangan Syafiiyah menegaskan batalnya akad dan harus dimulai dengan akad yang baru. Adapun bila terjadi sedikit penyimpangan dari sampel yang ditunjukkan, maka pembeli bisa memutuskan khiyar, yaitu opsi untuk membatalkan atau meneruskan jual beli.

– pandangan kalangan Hanabilah menyatakan bahwa tidak sah jual beli dengan sampel, tapi dengan disertai catatan. Syekh Wahbah Al-Zuhaily menjelaskan pandangan kalangan ini sebagai berikut: قال الحنابلة: لايصح بيع النموذج، فلو رأى البائع المشتري صاعا من صبرة قمح مثلا، ثم باعه الصبرة على أنها من جنسه فلا يصح البيع لأنه يشترط عندهم رؤية المتعاقدين المبيع رؤية مقارنة للبيع وذلك برؤية جميع المبيع أو بعض منه يدل على بقيته كأحد وجهي ثوب غير منقوش وظاهرة صبرة متساوية الأجزاء من حب وتمر وما في ظروف من جنس متساوي Artinya: "Kalangan Hanabilah berkata bahwa jual beli sampel tidak sah. Misalnya, seorang pedagang menunjukkan 1 sha' sampel gandum kemudian menjual sekarung gandum yang diambil jenis sampelnya tadi, maka jual beli seperti ini adalah tidak sah. Karena syarat jual beli yang seharusnya berlaku di antara mereka adalah melihatnya dua orang yang bertransaksi terhadap barang yang diperjualbelikan dengan pola melihat bersamaan dengan akad jual beli itu dilaksanakan serta melihatnya dengan melihat keseluruhannya atau sebagiannya saja sehingga terkesan menunjukkan seluruh barang yang hendak dibeli, seperti melihat salah satu dari dua ujung baju yang tidak dilipat, atau melihat bagian luar dari biji atau kurma yang hendak dibeli yang menunjukkan kesamaan ciri dengan luarnya, atau melihat langsung bagian barang yang diduga berjenis sama dengan yang dicari." (Al-Zuhaily, al-Fiqhu al-Islâmy wa Adillatuhu, Beirut: Dâr al-Fikr, tt.: Juz 4, 588-589).

Jika menyimak uraian dari Syekh Wahbah al-Zuhaily ini, hakikatnya keberadaan sampel di kalangan Hanabilah sebenarnya juga diperhitungkan. Hanya saja, mereka berhati-hati dalam memutuskan kebolehan itu, dengan jalan kebolehan jual beli tersebut harus disertai melihat langsung barang yang hendak dibeli. Jadi, keberadaan sampel ini hanya boleh dilakukan manakala pembeli berada di sisi barang yang hendak dibeli. Lain halnya dengan tiga mazhab di atas, bahwa sampel ditunjukkan tidak harus di sisi barang yang hendak dibeli.

Maaf kalau salah, semoga membantu, jangan lupa follow dan jadikan jawaban terbaik ya, terimakasih 🙂