Bagaimana proses sidang resmi yang dilaksanakan bpupki​

Posted on

Bagaimana proses sidang resmi yang dilaksanakan bpupki​

BPUPKI melaksanakan dua kali masa persidangan resmi dan juga pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI. Sidang resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945, sehari sebelumnya yaitu tanggal 28 Mei diadakan upacara pelantikan di gedung “Chuo Sangi In”. Sidang pertama ini dengan tujuan membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara “Indonesia Merdeka” serta merumuskan dasar negara Indonesia. Sidang menyepakati berbentuk “Negara Kesatuan Republik Indonesia” (“NKRI”).

Persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia M. Yamin, Supomo dan Sukarno. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang paling tepat. Agenda sidang selanjutnya adalah merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sidang resmi pertama BPUPKI
Pada sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato menyampaikan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.

Tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo, dalam pidato mengemukakan rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dinamakan “Dasar Negara Indonesia Merdeka”, yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Keseimbangan lahir batin; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.

Selanjutnya tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato tentang rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan “Pancasila”, yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Baca juga: Pernyataan tentang Kromosom DNA dan Inti Sel

Bagaimana proses sidang resmi yang dilaksanakan BPUPKI

Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang selanjutnya dikenal dengan istilah “Pancasila”. Menurut Soekarno jika diperlukan rumusan Pancasila tersebut dapat diperas menjadi “Trisila” (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Soekarno juga menyampaikan bahwa Trisila tersebut bila hendak diperas lagi menjadi “Ekasila” (Satu Sila), yaitu: “Gotong-Royong”. Hal tersebut merupakan upaya beliau dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut merupakan kerangka “satu-kesatuan”, yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Sidang BPUPKI yang pertama ini tercatat dalam sejarah sebagai detik-detik lahirnya Pancasila. Tanggal 1 Juni kemudian ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Setelah masa persidangan BPUPKI yang pertama berakhir, BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda) selama satu bulan lebih. Sebelum masa reses persidangan dimulai, dibentuklah panitia kecil yang terdiri dari 9 orang, yang dinamakan “Panitia Sembilan”. Panitia kecil ini diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah usulan konsep dari anggota BPUPKI tentang dasar negara Republik Indonesia.

Jawaban:

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (bahasa Jepang: 独立準備調査会 Hepburn: Dokuritsu Junbi Chōsa-kai, Nihon-shiki: Dokuritu Zyunbi Tyoosa-kai), lebih dikenal sebagai Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (disingkat "BPUPKI") adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang. Pemerintahan militer Jepang yang diwakili komando AD Ke-16 dan Ke-25 menyetujui pembentukan Badan Penyelidikan Upaya Persiapan Kemerdekaan Indonesia. pada 1 Maret 1945. Karena kedua komando ini berwenang atas daerah Jawa (termasuk Madura) dan Sumatra. BPUPKI hanya dibentuk untuk kedua wilayah tersebut, sedangkan di wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur yang dikuasai komando AL Jepang tidak dibentuk badan serupa[1].

Pendirian badan ini sudah diumumkan oleh Kumakichi Harada pada tanggal 1 Maret 1945,[2] tetapi badan ini baru benar-benar diresmikan pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.

Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda[3], terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatra, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.