Bantu weeeeeee mohoonnnnn

Posted on

Bantu weeeeeee mohoonnnnn

Bantu weeeeeee mohoonnnnn

TL;DR : Karena saya disuruh jawab pertanyaan "bagaimana tanggapanmu" maka jawaban ini berdasarkan perspektif saya sebagai orang realistis.

1.

Saya tidak terlalu merasa "oh anak ini kurang ajar", karena saya tidak tahu bagaimana anak itu diperlakukan sejak ia lahir, bagaimana kondisi ekonominya, gizinya tercukupi atau tidak. Saya tidak tahu betul bagaimana kondisi anak itu. Maka dengan begitu, saya tidak peduli dengan kasus-kasus seperti itu.

Mungkin kebanyakan orang akan bilang "oh ini anak durhaka, berani sama orang tua". Saya tidak seperti itu karena saya tumbuh sebagai anak yang berharap tidak pernah punya orang tua. Jadi saya berasumsi kalau si anak memang dari kecil sudah cukup menderita hingga akhirnya itu adalah puncak emosionalnya. Dan ini jawaban untuk "anak membunuh ibunya karena tidak diberi uang jajan".

Untuk "pelanggaran norma-norma agama" yang sepertinya yang disebutkan hanya tindak kriminalitas (saya rasa tidak perlu disebut sebagai pelanggaran norma agama, karena tidak begitu kompleks), jawaban saya masih tetap, saya tidak peduli karena saya tidak tahu bagaimana kehidupan orang tersebut, dan saya tidak mau tau. Hidup saya sendiri saja susah masih ngurusi hidup orang lain.

2.

Sejatinya manusia itu busuk. Bagi saya justru "siapa yang paling benar contekannya" adalah kompetisi yang sesungguhnya. Lihat bagaimana cara orang-orang di luar sana mendapatkan posisinya! Apakah dengan cara yang "jujur"? I don't think so.

Jadi ya buat saya itu biasa saja. Kebiasaan itu sudah ada jauh bahkan sebelum Islam ada. Bahkan kompetisi saling membunuh itu ada. Sebab licik ada di dalam manusia.

3.

Terus kenapa kalau mereka sok memelas agar diberi uang? Memberi uang itu bukan soal kepada siapa, tapi soal keikhlasan. Selama kita ikhlas, kondisi finansial kita tidak terganggu setelah memberi ya sudah. Kenapa terbebani dengan pikiran "orang itu tabungannya lebih tebal dari saya"? Bikin darah tinggi saja.

Mereka bisanya hanya itu, mau gimana lagi? Terkadang mereka adalah korban dari kompetisi yang saya tulis di jawaban nomor 2. Mereka menjadi demikian karena tidak cukup power untuk bertarung pada sebuah kompetisi, atau kelicikannya kurang lihai sehingga kekalahan menghampirinya.