Bentuk cerpen dari hikayat si miskin
Bersyukurlah
Sebenarnya Pardi dan istrinya tidak menyangka akan terjadi seperti ini, hidupnya menjadi sulit bagai sebuah langit yang ingin menyentuh bumi. Mereka terus menerus mengais makan, berkeliling dari satu kotak sampah ke kotak sampah lain tanpa menghiraukan hiruk pikuknya keadaan kota. Jika dipikir, kota itu merupakan salah satu kota metropolitan yang dipimpin oleh seorang konglomerat bernama Putra Hnggawan. Sejak dipilih menjadi walikota di kota terasebut, ia akrab dipanggil Awan. Toko yang Awan miliki sudah hampir tersebar di seluruh kota, termasuk toko buah, bangunan, dan emas. Baginya kekayaan yang ia miliki sudah melebihi apa yang ia harapkan. Yang terpenting sekarang bagaimana ia bisa mendapat pujian dan kekuasaan.
Matahari yang bersinar seakan tidak suka melihat ramainya kota, tidak menghentikan langkah pardi dan istrinya untuk terus mencari sesuap nasi. Kebetulan siang itu Pak Awan beserta jajaran pemkotnya sedang mengisi perut mereka yang buncit dengan makanan mahal yang mungkin tidak akan pernah lagi Pardi dan istrinya memakannya. Melihat para pejabat sedang makan siang, berjalanlah Pardi dan istrinya menuju rumah makan yang itu. tanpa basa- basi, dengan pakaian yang compang camping Pardi dan istrinya dengan spontan masuk ke dalam rumah makan. Melihat ada pengemis mendekati Awan dan situasi di sekitar hanya ada anak buahnya, Awan dengan tanpa pikir panjang menyuruh ajudannya untuk mengusir pengemis yang lusuh itu. Siang pun berganti malam, walikota dan jajarannya pulang ke rumah dengan merasa hebat yang pada kenyataannya hari ini mereka tidak melakukan kegiatan yang berarti.
Ketika malam telah tiba, Pardi dan istrinya dengan menahan rasa lapar menuju toko kosong pinggir kota untuk melemaskan ototnya setelah seharian berjalan sembari memikirkan nasibnya yang mereka anggap tidak adil. Pardi dan istrinya sering merasa tidak enak apabila orang" kota yang sibuk dngn khidupannya lewat dihadapannya. Tdk jrang orang" itu mengusirnya dn berkata dng perkataan yg tdk enak didengar seakan mrka adlh orang yang paling benar. Haripun terus berganti, Pardi dan istrinya melakukan kegiatan mereka seperti biasa yaitu mengais kotak sampah. Beda dengan hari biasa, dihari itu kotak sampah terlihat penuh dengan makanan sisa dari orang orang yang tak bersyukur. Nasi yang sudah trcmpur dng sayur serta lalat di atasnya tdk menghalangi pardi dan istrinya untuk memakannya. Bagi mereka makanan itu sudah ckup untk mengganjal perutnya yg dri kmarin tdk terisi krn kotak smph yang mrka temukan hanya berisi sampah.
* * *
Bagi Pardi dan istrinya, kotak sampah merupakan alat pemuas kebutuhan yang sangat penting untk melanjutkan hidup yang sudah tak berarti. Meminta makanan dari satu toko ke toko lain sudah sering mereka lakukan. Namun, jangankan diberi makanan mendekatinya pun tak boleh.
Malam hari merupakan waktu yang paling ditunggu oleh Pardi dan istrinya. Diwaktu malam mereka dapat melepaskan segala cercaan dan hinaan yang diberikan orang orang kepadanya. Dengan mengingat-ingat kejadian lalu, timbul pertanyaan pardi kepada istrinya “mungkin ini adalah takdir kita, hinaan dan cercaan ini memang membekas dihati. tapi istriku, apakah kau akan terus bersamaku dalam keadaan ini? Tanya pardi sambil meneteskan air mata. Dengan suara yang lirih, istrinya pun menjawab pertanyaan pardi dengan nasihat-nasihat agar pardi harus tetap kuat dalam menjalani kehidupan ini, kemudian dengan tangan kosong Istri Pardi mengusap air mata pardi yang mulai membasahi pipi hingga ke dagunya.
Pardi pun sangat menyesali perbuatannya yang telah membawa kabur uang negara dan menyalahgunakan uang hasil korupsinya. Sehingga semua kekayaan beserta rumahnya habis disita KPK yang hanya menyisakan uang satu juta rupiah di dompetnya. Sisa uang itu dicopet ketika mereka sedang mencari kontrakan. Ia berfikir bahwa ini adalah akibat dari mencuri uang negara dan akibat dari sifat sombongnya ketika ia masih dalam keadaan mampu.
* * *