Contoh cerita yang berjudul perpisahan
Acara perpisahan sekolah selalu diwarnai dengan berbagai kegiatan. Mulai dari tontonan tari-tarian, baca puisi maupun drama singkat. Nah, tahun ini Cintya tamat SD dan lanjut ke jenjang SMP. Cintya dan teman-temannya, meminta saya untuk membantu membuatkan naskah drama singkat, yang akan ditampilan dalam acara perpisahan nanti. Dengan kemampuan yang terbatas, sayapun mencoba membuatkannya.
*Di salah satu sudut sekolah, di bawah pohon ketapang, terlihat beberapa anak kelas VI SD Negeri I Baler-Bale Agung, Kec. Negara, Kab. Jembrana, sedang berbincang asyik sekali. Mereka adalah Ira, Shinta dan Cintya*
Ira : Ah…ngak nyangka yach, sebentar lagi kita jadi anak SMP.
Shinta : Iya..ya, tapi aku masih was..was nich!
Ira : Was-was kenapa Shin?
Shinta : Was-was, kira-kira aku di terima ngak yach di SMPN 1?
Ira : Emang kemarin waktu TPA ada soal yang tidak bisa kamu jawab?
Shinta : Ngak ada sich, tapi tetep aja aku was-was.
Ira : Iya kita doa aja, biar kita diterima yach? Eh..Tya! kamu kok diam aja sich?
*Cintya yang ditegur oleh Ira, masih tetap asik dengan corat-coretnya di buku agenda yang selalu ia bawa*
Ira : Cintya jegeg! Kamu lagi bikin apa sich?
Cintya : Heeee….ngak ada kok, cuman iseng bikin puisi aja.
Shinta : Hahaha bukan Cintya namanya Ir! Kalau tidak bikin puisi!
Ira : Mana Tya, aku lihat! Wah..puisi perpisahan! Mmmm aku punya ide!
Shinta : Ide apa Ir?
Ira : Gimana kalau di acara perpisahan nanti, kamu bacakan puisi ini Tya?
Cintya : Aku? Kamu kan tau Ir, aku hanya bisa bikin puisi, tapi ngak pintar membacanya!
Ira : Adeh…belum apa-apa kamu udah nyerah!
Cintya : Selama ini, puisi-puisi aku yang baca juga Shinta kan?
Shinta : Ahh….kalau udah gini, aku lagi deh, ngak ah, kali ini kamu yang baca Tya!
Ira : Iya Tya, Hitung-hitung hadiah perpisahan.
Shinta : Coba kamu baca Tya!
*Cintya mulai komat-kamit membaca puisi dalam hati. Kemudian Ia mencoba untuk membacakannya untuk Ira dan Shinta*
Cintya : Ehem..ehem, maaf ya kalau jelek!
Perpisahan
Enam tahun adalah waktu yang singkat,
Untuk aku belajar huruf demi huruf, angka demi angka.
Enam tahun adalah waktu yang singkat,
Untuk mengenal gelak tawa, gurau hingga tangis kecil kita.
Enam tahun adalah waktu yang singkat,
Untuk membuat kita rindu masa-masa di ruangan ini.
Sesaat setelah ini…
Tak kutemui lagi sosok wibawa guruku,
Yang begitu sabar membimbing dan mendidikku,
Sejak kepompong hingga menjadi kupu-kupu,
Mendorongku untuk mengejar cita-cita.
Sesaat setelah ini…
Tak kutemui lagi, sosok riang, usil dan penuh canda,
Sahabat-sahabatku tercinta.
Tak kutemui lagi, wajah manis dan cemberut ibu kantin,
Tiap kali aku menumpahkan minuman di mejanya.
Perpisahan ini harus terjadi, walau berat aku ungkapkan,
Kadang kesedihan selalu mengirinya,
Namun jangan membuat kita menangis.
Perpisahan bukan akhir dari segalanya,
Karena suatu hari nanti,
Kita pasti akan bertemu kembali.
Terima kasih Guruku,
Engkau adalah pahlawanku, sekarang dan selamanya,
Terima kasih sahabatku tercinta,
Kita boleh berpisah, namun aku akan selalu merindukan kalian.
*Ira dan Shinta bertepuk tangan*
Shinta : Wah…bagus Tya!
Cintya : Terima kasih Shin!
*Sementara Ira, Shinta dan Cintya asik dengan kegiatannya, tiba-tiba Yoga, Soge, Marlintya, Amara, dan Vera menghampiri mereka*
Yoga : Wah..wah..kalian lagi ngapain nich?
Marlintya : Iya nich..kita lihat dari tadi kalian asyik banget!
Amara : Kita boleh ikutan gabung dong?
Ira : Eh…kalian, kami baru membicarakan tentang acara perpisahan kita nanti.
Vera : Memang kalian punya rencana apa?
Ira : Jadi begini, Cintya iseng membuat puisi tentang perpisahan, nah..aku dan Shinta memintanya untuk membaca di acara perpisahan nanti, menurut kalian gimana?
Marlintya : Wah…bagus itu, aku setuju Ir!
Amara : Mana puisinya? Coba aku lihat.
*Cintya menyerahkan puisinya kepada Amara*
Amara : Wuih…puisinya ok. Aku suka dan setuju sekali! Gimana Ver?
Vera : Aku sich apa kata kalian, yang penting baik untuk semua, secara aku ngak ngerti puisi!
Yoga : Hahahah..Vera itu ngak n