Contoh cerpen tentang hari diknas

Posted on

Contoh cerpen tentang hari diknas

Jawaban Terkonfirmasi

Ali mendapat inspirasi dari Elvira supir trans Jakarta Blok M-Kota yang
memakai pakaian daerah Palembang pada hari Kartini. Semingggu sebelum
dan sesudah Hari Pendidikan nasional (2 Mei), ia ke sekolah memakai
pakaian daerah.

Beberapa hari pertama, ia sempat menarik
perhatian. Para murid tercengang. Tapi tidak ada yang berani bertanya.
Semuanya hanya senyum-senyum menganggap guru itu mau sok nyentrik.
Guru-guru lain hanya pandang-pandangan. Mereka pikir Ali sedang berusaha
untuk menarik perhatian. Ada kabar burung ia jatuh cinta pada Bu Ani,
guru baru yang selalu mengajar dengan memakai baju kurung.
Tetapi ketika Ali masih terus memakai pakaian daerah selama seminggu, Kepala Sekolah, kontan memanggil.
“Pak Ali, apa sebenarnya missi Pak Ali, mengajar dengan memakai pakaian daerah?”

Ali
terkejut. Ia sendiri ketika pertama kali memakai pakaian daerah merasa
kikuk. Tetapi setelah satu minggu, ia lupa itu pakaian daerah. Ia
menganggapnya sebagai pakaian biasa. Baru ketika Kepala Sekolah menegur,
ia sadar kembali ia sudah memakai pakaian daerah.

“Maaf Pak,
saya tidak ada missi apa-apa. Saya hanya mencoba menyambut Hari
Pendidikan Nasional, untuk mengingatkan anak-anak betapa pentingnya
pendidikan. Sebab kebanyakan mereka nampaknya sekolah karena terpaksa,
dipaksa oleh orang tuanya.”
“Tapi kan hari Pendidikan sudah lewat?”
“Betul, Pak.”
“Berapa lama Pak Ali mau pakai pakaian daerah begini?”
“Ya kalau diperkenankan, untuk seterusnya, Pak.”
Kepala Sekolah terkejut.
“Tapi kita kan sudah punya seragam sekolah. Pak Ali tidak suka seragam kita? Ini protes?”
“Sama sekali tidak, Pak..”
“Kalau
begitu, saya minta supaya Pak Ali kembali mengenakan seragam sekolah
saja kalau sedang mengajar. Di luar sekolah terserah Pak Ali.”
Ali
tidak menjawab. Sebenarnya kalau tidak disuruh berhenti, ia memang sudah
merencanakan untuk kembali mengajar dengan pakaian seragam guru. Tapi
karena dilarang, tiba-tiba ia ingin melawan.
“Maaf Pak, “kata Ali
kemudian dengan sopan, “apa memakai pakai daerah kalau sedang mengajar
itu membuat ilmu yang kita ajarkan kepada murid-murid jadi cacad?”
Kepala sekolah ketawa.
“Tentu saja tidak.”
“Kalau begitu apa salahnya guru memakai pakaian daerah ke sekolah, Pak?”
“Tidak ada.”
“Tapi kenapa saya dilarang?”
“Karena
sekolah kita sudah punya seragam untuk guru yang sedang mengajar. Kalau
di luar jam pelajaran, Pak Ali memakai pakaian apa juga terserah.
Kesepakatan sebaiknya tidak dilanggar, Pak Ali, nanti jadi preseden yang
buruk Kita guru harus menjadi teladan murid-murid, Pak Ali.”
Ali
terdiam. Kepala Sekolah merasa Ali sudah setuju. Tapi esoknya, Ali tetap
saja mengajar dengan memakai pakaian daerag. Tentu saja ia kembali
dipanggil.
“Pak Ali kelihatannya belum mengerti maksud saya, silakan
memakai seragam guru kalau sedang mengajar.” Kata Kepala Sekolah dengan
nada mulai keras.
“Saya sudah mencoba, Pak. Tapi badan saya tidak mau
berangkat kalau pakai seragam. Jadi saya terpaksa memakai pakaian
daerah kembali.”
Kepala Sekolah hampir saja tersenyum karena jawaban
itu lugu dan lucu. Tapi guru-guru lain yang mendengar percakapan itu
sudah terlebih dahulu ketawa. Kepala Sekolah, lalu menaikkan suaranya.
“Kalau Pak Ali tidak mau mematuhi aturan sekolah, lebih baik jangan mengajar!”
“Kenapa Pak?”
“Sebab
desiplin adalah salah satu yang lemah dalam pendidikan kita. Kita
pintar membuat aturan, tetapi tidak mampu melaksanakannya, sehingga
semua aturan itu mubazir. Kita baru saja memperingat Hari Pendidikan.
Memegang desiplin adalah salah satu dari usaha yang konkrit kalau mau
memperingati Hari Pendidikan dengan