Dua sistem yang berkembang dalam perubahan uud

Posted on

Dua sistem yang berkembang dalam perubahan uud

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Alasan Melakukan Perubahan[4]

1. Sifat sementara

Seperti telah dinyatakan pada bagian awal bahwa penetapan UUD 1945 tidak dimaksudkan sebagai sebuah konstitusi yang bersifat tetap. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Soekarno sebagai berikut :

“Undang-undang Dasar yang dibuat sekarang adalah Undang-undang Dasar Sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan, ini adalah Undang-undang Dasar kilat. Nanti kalau kita telah bernegara, di dalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undang-undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna”.[5]

Selain pernyataan itu, sifat sementara juga terdapat dalam ayat (2) Aturan Tambahan UUD 1945 yang menyatakan bahwa dalam enam bulan sesudah Majelis Permusayawaratan Rakyat dibentuk, Majelis ini bersidang untuk menetapkan Undang-undang Dasar.

2. Fleksibel

Sebenarnya, persoalan UUD 1945 bukan hanya pada sifat kesementaraan itu tetapi juga pada sifatnya yang amat fleksibel untuk dapat diterjemahkan sesuai dengan perkembangan kondisi politik dan keinginan pemegang kekuasaan. Paling tidak ada tiga alasan yang dapat membuktikan ini.

Pertama, keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah kedudukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) menjadi lembaga legislatif yang sejajar dengan Presiden. Maklumat ini juga mengamanatkan pembentukan Badan Pekerja (BP) KNIP untuk melaksanakan tugas sehari-hari KNIP. BP KNIP inilah yang mengusulkan untuk mengubah sistem pemerintahan dari sistem Presidensiil menjadi sistem Parlementer. Usul ini disetujui oleh pemerintah melalui Maklumat Pemerintah pada tanggal 14 November 1945.Pergantian sistem pemerintahan ini dilakukan dengan tidak melakukan perubahan terhadap Undang-undang Dasar 1945.

Kedua, perdebatan tak berkesudahan dalam Konstituante telah memberikan peluang kepada Soekarno untuk melakukan penafsiran (pemahaman) terhadap nilai-nilai demokrasi yang terdapat dalam UUD 1945. Dengan melihat pengalaman pada era demokrasi multipartai, Soekarno menafsirkan bahwa konsep demokrasi yang terdapat dalam UUD 1945 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong-royong antara semua kekuatan nasional. Ini disebut oleh Soekarno dengan Demokrasi Terpimpin. Konsep demokrasi inilah kemudian yang mendorong Soekarno menjadi pemimpin yang otoriter dengan dukungan Angkatan Darat (AD) dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ketiga, sama halnya dengan Soekarno, Soeharto sebagai penguasa yang menggantikan Soekarno juga mencoba melakukan penafsiran tersendiri terhadap UUD 1945. Pemahaman ini melahirkan Demokrasi Pancasila dengan jargon “melaksanakan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan konsekwen”. Konsep ini juga melahirkan rezim otoriter dengan dukungan AD dan Golongan Karya.

3. Tidak konsisten
Tidak konsisten adalah salah satu kelemahan yang cukup elementer dalam UUD 1945. Hal ini telah menimbulkan dampak yang luas dalam proses penyelenggaraan negara di Indonesia. Inkonsistensi ini dapat dibuktikan sebagai berikut :
Pertama, sistem pemerintahan Indonesia dalam UUD 1945 adalah sistem presidentil ini dapat dibuktikan bahwa menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Tetapi dengan adanya ketentuan bahwa Presiden bertanggung jawab kepada MPR membuktikan bahwa model sistem parlementer juga dianut oleh UUD 1945. 
Lembaga Negara Sebelum Perubahan
Lembaga Negara Setelah Perubaha
Keterengan :
1. MPR, Majelis Permusyawaratan Rakyat 6. DPD, Dewan Perwakilan Daerah
2. DPR, Dewan Perwakilan Rakyat 7. MK, Mahkamah Konstitusi
3. BPK, Badan Pemeriksa Keuangan 8. KY, Komisi Yudisial
4. DPA, Dewn Pertimbangan Agung 9. KPU, Komisi Pemilihan Umum
5. MA, Mahkamah Agung