Jelaskan dakwah yang dilakukan oleh al banjari !
Al-banjari tiba di martapura (ibukota kesultanan banjar) pada ramadhan 1186 (desember 1772). Sejak itu sampai wafatnya (kalampayan, astambul, banjar, Kalimantan selatan, 6 syawal 1227/ 13 oktober 1812) ia mengabdikan dirinya membina masyarakat dan mengembangkan islam. Dalam kegiatan pembinaan masyarakat ini, ia dibantu syeikh Abdul wahab Bugis yang pada ketika itu sudah menjadi menantunya, syeikh Abdul wahab Bugis dinikahkan Al-Banjari dengan putrinya, syarifah di Mekkah, tidak lama setelah Al-Banjari menerima surat dari sultan banjar bahwa istrinya, bajut melahirkan anak dan sudah dewasa.
Langkah pertama yang dilakukan Al-Banjari setibanya di martapura iaah membina kader ulama, khususnya di lingkungan keluarganya sendiri, untuk itu ia tidak tinggal di istana seperti sebelum ia berangkat ke tanah suci, ia meminta kepada sultan agar diberikan sebidang tanah yang akan digunakan untuk tempat tinggal, tempat pendidikan, dan pusat pengembangan islam, sultan Tamjidillah (1745-1778) yang berkuasa ketika itu mengabulkan permintaannya. Al-Banjari diberi sebidang tanah kosong berupa hutan belukar. Tanah ini dijadikan sebagai perkampungan, disini dibangun rumah, ruang pengajian, perpustakaan, dan asrama para santri. Sejak itu mulailah kampong baru ini ramai didatangi santri dari berbagai pelosok daerah, kampong ini sampai sekarang dikenal dengan nama “Dalam Pagar”, karena mulanya para santri yang belajar dalam ruangan tertentu di kampong ini tidak boleh meninggalkan lingkungan tersebut tanpa izin, jika keluar mereka disebut keluar pagar.
Dalam perjalanan sejarah islam di Kalimantan selatan, bentuk pendidikan yang dilakukan Al-Banjari ini merupakan hal yang baru ketika itu, yaitu pendidikan islam berada dalam satu kompleks lengkap dengan mushalla, tempat belajar, kiai/gure, perpustakaan dan asrama untuk para santri. Disamping itu para santri tidak hanya diberi pelajaran agama, akan tetapi para santri juga dididik di bidang bertani dan sebagainya agar mereka bisa hidup mandiri.
Disamping membuka pengajian dan pendidikan berbentuk pondok pesantren , Al-Banjari juga gigih dalam melakukan da’wah langsung di tengah masyarakat, di kota maupun di desa terpencil, di lingkungan keluarga sultan atau rakyat biasa. Dakwah langsung ini mendapat sambutan yang positif dari masyarakat, sehingga semangat keagamaan tumbuh subur di kalangan masyarakat, tempat pengajian pun semakin ramai dikunjungi orang.
Atas anjurannya, dalam pemerintah kesultanan banjar diberlakukan hokum islam, bukan hanya terbatas pada hokum dunia saja, tetapi juga hokum pidana islam, misalnya hukuman mati bagi pembunuh, potong tangan bagi pencuri, cambuk bagi pezina, dan hukuman mati bagi orang islam yang murtad. Untuk melaksanakan hokum tersebut, atas nasihatnya pula dibentuk mahkamah syariah, semacam pengadilan tingkat banding sekarang ini, disamping lembaga keqadian, untuk memimpin mahkamah syariah ini ditunjuk seorang mufti. Mufti pertama yang diangkat sultan ialah syeikh Muhammad As’ad, cucu Al-Banjari, dan qadhi pertama adalah Abu Zu’ud, anak Al-Banjari. Keduanya sebagian dari ulama yang dihasilkan Al-Banjari dari da’wah dan pengajiannya. Selama mereka menjabat, Al-Banjari menjadi penasehat utama mereka.
Al-Banjari aktif menulis sampai akhir hayatnya. Hasil karyanya yang terbesar ialah SABILAL MUHTADIN (jalan orang yang mendapat petunjuk), sebuah kitab fiqih mazhab syafi’I yang dijadikan kitab pegangan dan bahan pelajaran di kebanyakan tempat pengajian agama di Indonesia sekarang, dan juga di Malaysia, dan Thailand, kitab ini ditulis dalam bahasa melayu (jawi) tulisan arab.
Karya lainnya di bidang fiqih ialah Luqthah Al ‘Ajlan, kitab An-Nikah (buku nikah), kitab Al-Faraidh, dan khasyiyah Fath Al Jawad.
Di bidang tauhid, karyanya antara lain Ushul Ad Din, Tuhfah Ar Raghibin Fi Bayan Haqiqah Iman Al Mu’minin Wa Ma Yufsidu Min Riddah Al Murtaddin, Al Qaul Al Mukhtashar Fi Alamah Al Mahdi Al Muntazar, dan Terjemah Fathur Rahman.
Di bidang tashawuf, karya yang ditemukan hanya satu yaituKanzul Ma’rifah.
Disamping itu masih ada karya tulis beberapa mushaf Al-Qur’an tulisan tanggal Al-Banjari dalam ukuran besar yang ditulis dengan khat yang sangat indah, Mushaf tersebut sampai sekarang masih dipajang di dekat makam beliau.
Untuk memelihara akidah-akidah ummat islam dan kemurnian ajaran, Al-Banjari pernah memberi fatwa penjatuhan hukuman mati terhadap haji Abdul Hamid yang mengajarkan ajaran Wahdatul Wujud yang menyesatkan di kalangan masyarakat.