Jelaskan peristiwa penumpasan G 30 S/pki tanggal 1oktober 1965
Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, Mayor Jenderal Soeharto, Panglima Komando Tjadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkos. trad), mendapat informasi telah terjadi gerakan militer yang mencurigakan di rumah beberapa orang Jenderal pimpinan teras Angkatan Darat. Informasi berikutnya menyatakan beberapa orang di antara Jenderal telah ditembak mati di rumahnya oleh gerombolan bersenjata yang tidak dikenal.
Setelah mendengar informasi tersebut, Jenderal Soeharto segera pergi ke kantornya di Medan Merdeka Timur. Dalam perjalanan ke kantornya, beliau menyaksikan adanya kegiatan militer di sekeliling Monumen Nasional. Pada hari itu memang diketahui ada dua batalyon Kostrad yang didatangkan ke Ibukota untuk ikut merayakan peringatan HUT Angkatan Bersenjata tanggal 5 Oktober 1965 yang kemudian disalahgunakan oleh Gerakan 30 September/PKI. Mereka itu adalah Batalyon 454/Para yang berasal dari Semarang dan Batalyon 530/Para dari Madiun. Yon 454 menduduki bagian utara lapangan Medan Merdeka, sedangkan Yon 530 mendapat bagian mulai dari gedung Museum ke selatan sampai Bundaran Air Mancur, membelok ke timur, gedung Pusat Telekomunikasi, sampai ke bagian selatan Stasiun Gambir[2].
Tiba di kantor, Jenderal Soeharto memanggil para perwira stafnya, untuk mendengarkan laporan mengenai peristiwa yang terjadi dan menganalisa situasi dan kondisi yang terjadi pada saat itu. Dari hasil analisa Pangkostrad dan staf disimpulkan, bahwa telah terjadi pengkhianatan terhadap TNI-AD dan usaha perebutan kekuasaan negara yang membahayakan keselamatan bangsa dan negara. Ia bertekad akan melawan pengkhianatan dan pemberontakan tersebut.
Langkah pertama yang diambil untuk mengatasi kekosongan pimpinan TNI-AD adalah dengan mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Hal ini sesuai dengan order tetap Menteri/ Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) tentang pejabat yang mewakili pimpinan TNI – AD apabila Men/Pangad berhalangan.
Mayor Jenderal Soeharto kemudian memanggil Panglima Komando Daerah Militer V/Jaya, Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah. Sebelumnya Mayor Jenderal Umar disertai oleh Kepala Staf Garnizun Ibukota Brigjen G .A. Mantik telah mengunjungi rumah para jenderal yang dibunuh dan diculik oleh gerombolan penculik, yang baru kemudian diketahui sebagai gerombolan dari Gerakan Tiga Puluh Septemberi PKI. Setelah itu Panglima memerintahkan untuk menutup perbatasan Ibukota guna mencegah gerombolan penculik lari ke luar Jakarta. Sekalipun situasinya belum jelas, dengan informasi yang dihimpun oleh Jenderal Umar, Jenderal Soeharto dapat. mengambil serangkaian tindakan. Tindakan pertama mencoba menetralisir pasukan yang berada di jantung ibu kota itu.[3] Kemudian, ia menghubungi Panglima Angkatan Laut dan Panglima Angkatan Kepolisian. Kedua panglima tersebut berjanji, bahwa pasukan-pasukan kedua Angkatan tersebut akan dikonsinyir di asrama masing-masing dengan maksud menghindari tembak-menembak, sebelum jelas siapa kawan dan siapa lawan. Panglima Angkatan Udara tidak berhasil dihubungi.
Sementara itu, pada pukul 07.15 rakyat Indonesia di seluruh tanah air dikejutkan oleh siaran RRI Studio Jakarta yang mengumumkan Dekrit No.1 Dewan Revolusi yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung. Siaran itu mengumumkan tentang dilangsungkannya :
Gerakan pembersihan terhadap anggota-anggota Dewan Jenderal.
Tentang telah dibentuknya Dewan Revolusi Pusat dan daerah oleh Gerakan 30 September.
Pengumuman tentang telah demisionernya Kabinet Dwikora dan menyatakan bahwa Dewan Revolusi merupakan sumber dari semua kekuasaan yang ada dalam negara Republik Indonesia.
Pengumuman Dewan Revolusi berikutnya ialah tentang susunan anggota Dewan Revolusi dan pengumuman yang antara lain menyebutkan tentang dihapuskannya pangkat jenderal dan pangkat Letnan Kolonel sebagai pangkat tertinggi dalam ABRI. Bagi Tamtama dan Bintara yang mendukung G 30 S, pangkatnya dinaikkan satu tingkat sedangkan bagi mereka yang secara aktif ikut mengadakan “pembersihan” pangkatnya dinaikkan dua tingkat. Pangkat-pangkat baru boleh dipakai setelah menyatakan kesetiaannya kepada Dewan Revolusi. Pengumuman ini kemudian disusul oleh Perintah Harian Men/Pangau Umar Dhani melalui RRI yang dikeluarkan pukul 09.30[4]