Jelaskan peristiwa yang melatarbelakangi keputusan l.n.palar
Jawaban:
Indonesia resmi bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 28 September 1950. Namun, sebelum itu, ketika negara ini belum lama merdeka dan sedang berupaya menunjukkan eksistensinya di tengah tekanan agresi militer Belanda, RI sudah punya perwakilan di organisasi internasional tersebut, yakni L.N. Palar.
Lambertus Nicodemus Palar, begitu nama lengkapnya, sudah mencatatkan namanya sebagai perwakilan Indonesia di PBB sejak 1947. Kala itu, situasi di tanah air sedang genting-gentingnya. Setelah menyatakan merdeka, RI berada di bawah ancaman Belanda yang ingin berkuasa kembali.
Awal 1946, ibukota RI terpaksa pindah ke Yogyakarta. Setahun berselang, Belanda melancarkan agresi militernya yang pertama, dan disusul yang kedua pada 1948. Sementara itu, para pengampu Republik, termasuk Sukarno dan Mohammad Hatta, ditawan serta diasingkan ke luar Jawa.
Demi menjaga tetap tegaknya negara, Syafruddin Prawiranegara dan kawan-kawan membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra Barat. Namun, Indonesia juga butuh dukungan serta pengakuan dari negara-negara lain. Di situlah L.N. Palar memainkan peran pentingnya.
Menurut catatan Ikhtisar Khasanah Arsip-arsip Nasional Republik Indonesia (2006), L.N. Palar dilahirkan di Rurukan, Tomohon, Minahasa, Sulawesi Utara pada 5 Juni 1900. Setelah tamat sekolah dasar di kampung halamannya dan sekolah menengah di Tondano, ia lantas merantau ke luar pulau dengan melanjutkan studi di Yogyakarta (hlm. 125).
Di Yogyakarta, Palar menjadi siswa Algemeene Middelbare School (AMS) dan tinggal bersama Sam Ratulangi. Berkat seniornya itulah Palar mulai tertarik dengan gagasan-gagasan nasionalisme. Maka, ia pun bergabung dengan perhimpunan pemuda Jong Minahasa.
Minat Palar di kancah pergerakan semakin besar ketika ia kuliah di Technische Hoogeschool (kini Institut Teknologi Bandung atau ITB) setelah lulus dari AMS Yogyakarta pada 1922. Di sini, ia untuk pertama kalinya berjumpa dengan Sukarno dan kaum muda nasionalis lainnya. Pertemuan inilah yang kian memantik jiwa nasionalismenya.
Palar sempat pulang ke Minahasa lantaran sakit parah. Beruntung, kondisinya perlahan membaik. Pada 1924, seperti diungkap Sri Indra Gayatri dalam Sejarah Pemikiran Indonesia, 1945-1966 (2007), Palar ke Batavia untuk kuliah di Rechtshogeschool, cikal bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia (hlm. 173).
Dengan mengenyam pendidikan tinggi, semestinya karier Palar bisa berjalan dengan mulus. Tapi ternyata tidak. Terjadinya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1926 membuatnya harus hengkang ke luar negeri untuk mencari perlindungan.
Ia memilih kabur ke luar negeri karena pilihan politiknya sebagai aktivis kiri. Ketika kuliah di Batavia, ia bergabung dengan kelompok kiri melalui J.E. Stokvis, Ketua Indische Sociaal-Democratische Partij (ISDP) atau Partai Sosialis-Demokrat Hindia, yang juga seorang anggota Volksraad (dewan rakyat).