Jelaskan sejarah perkembangan tasawuf dari masa ke masa​

Posted on

Jelaskan sejarah perkembangan tasawuf dari masa ke masa​

Jawaban:

masa Rasullulah Muhammad saw belum dikenal istilah Tasawuf.Kata tasawuf dan sufi belum dikenal pada masa awal Islam, namun tanda-tanda sufi dan ilmu kesufian itu sudah ada,meskipun nama sufi dan tasawuf sendiri belum muncul,sebagai mana ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu hadist, ilmu kalam,ilmu fiqih, dll. 

tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad III Hijriyah oleh Abu Hasyim-Kufi (w. 250H) dengan meletakkan al sufi dibelakang namanya menjadi Abu Hsyim Al-Sufi.dalam Islam sebelum adanya tasawuf terlebih dahulu muncul apa yang dinamakan Zuhud.Zuhud sendiri muncul pada akhir abad I dan awal abad II Hijriyyah.

Menurut para ahli, zuhud adalah fase yang mendahului tasawuf.karena perihal yang paling penting bagi seorang Sufi adalah zuhud, yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian.Sebelum menjadi seorang sufi terlebih dahulu harus menjadi seorang zahid barulah menjadi Sufi.

Jawaban:

Perjalanan Tasawuf dari Masa ke Masa

Setelah kita mengetahui secara ringkas bahwa tasawuf adalah sebuah istilah baru yang mewakili ajaran Syariah Islam tentang kiat-kiat membersihkan diri dari kotoran-kotoran hati yang menghalangi manusia menjalankan Syariah, dapat disimpulkan bahwa asal muasal tasawuf memang berasal dari Islam itu sendiri.

Tasawuf yang dikembangkan oleh ulama Islam berasal dari ajaran Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama. Hal ini dapat dilihat dari ucapan dan perilaku Rasulullah sendiri. Banyak sekali Hadits-hadits yang menganjurkan kepada umatnya agar bersifat zuhud dan mementingkan kehidupan akhirat daripada dunia. Diantaranya adalah doa Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama, “Wahai Allah, hidupkanlah aku dalam kemiskinan dan matikanlah aku dalam keadaan miskin.” (HR. al-Tirmidzi, Ibn Majah, al-Hakim)

Pada suatu ketika Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama datang ke rumah istrinya Aisyah binti Abu Bakr. Ternyata dirumahnya tidak ada makanan. Keadaan ini diterima beliau dengan sabar, lalu beliau menahan lapar dengan berpuasa. (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasai)

Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama juga mengajarkan banyak sekali amalan-amalan dzikir yang menjadi bagian utama amaliah tasawuf. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya saya meminta ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya setiap hari tujuh puluh kali.” (HR. al-Thabarani)

Ibn Khaldun menerangkan, bahwa ajaran tasawuf Rasulullah ShallaLlahu ‘alahi wa Sallama ini lalu diteruskan oleh para Shahabat dan Tabi’in dengan mengedepankan konsentrasi kehidupan dengan ibadah, berpaling dari hingar-bingar kehidupan dunia, sifat zuhud atau tidak bergantung dengan harta benda, dan menyendiri dari manusia (khalwah). Amaliah semacam ini umum di kalangan para shahabat dan salaf. Hingga ketika manusia pada abad kedua dan seterusnya telah semakin terlena jauh oleh kehidupan dunia, para ahli ibadah mengkhususkan diri dengan nama shufiyyah atau mutashawwifah.[iii]

Ketika dimulai era kodifikasi dan kategorisasi ilmu-ilmu Islam pada zaman kejayaan Khilafah Islam dan kegemilangan ilmu pengetahuan, para ulama sangat produktif dalam menulis kitab-kitab dalam berbagai disiplin ilmu baik tentang Islam maupun ilmu-ilmu sains. Pada masa itulah para ulama sufi tidak ketinggalan mengikuti tren penulisan berbagai karya ilmiah tentang ilmu tasawuf. Sebagian ulama sufi menulis kitab tentang sifat wara’ atau menjaga harga diri dan muhasabah diri seperti yang dilakukan oleh al-Muhasibi dalam al-Ri’ayah. Sebagian lainnya menulis kitab tentang teknis pelaksanaan tarekat sebagai madrasah penggemblengan amalan tasawuf, daya rasa, dan tingkatan para peniti jalan sufi seperti yang dilakukan oleh al-Qusyairi dalam al-Risalah al-Qusyairiyyah yang terkenal itu, al-Sahrawardi dalam ‘Awarif al-Ma’arif, dan sebagainya. Baru pada masa setelahnya, al-Ghazali menggabungkan keduanya dalam Ihya ‘Ulum al-Din. Pada masa inilah tasawuf menjadi satu literatur ilmu khusus setelah sebelumnya hanya menjadi sebuah gerakan saja, dan peristilahan dalam tasawuf pun ditransformasikan secara turun-temurun dari guru kepada murid.[iv]

Seperti diketahui, salik atau para peniti jalan tasawuf seringkali mengalami fenomena yang disebut kasyf atau mukasyafah, yaitu terbukanya hijab (tabir) ilmu-ilmu yang tidak dijangkau oleh indera atau pikiran rasional. Terjadinya kasyf ini adalah ketika ruh manusia telah begitu menikmati konsentrasi ibadah dan taqarrub kepada Allah Ta’ala, ruh akan menjadi kuat dan inderawi akan melemah. Semua ini terdorong oleh dzikir yang diajarkan dalam tasawuf, karena dzikir adalah makanan untuk jiwa. Dzikir mendorong kekuatan jiwa seseorang semakin kuat sehingga berpindah dari maqam ilmu ke maqam syahadah. Dari sinilah Allah Ta’ala lalu membuka tabir manusia sehingga mampu mengatahui dan melihat berbagai hal yang tidak diketahui secara inderawi manusia normal.

Namun para pembesar sufi seringkali tidak memperhatikan ilmu mukasyafah tersebut dan tidak mempublikasikannya di depan khalayak ramai, bahkan menganggapnya sebagai ujian dan meminta pertolongan kepada Allah dari fitnahnya. Hal inilah yang dilakukan oleh para salaf dari kalangan Shahabat dan Tabi’in dan diteruskan oleh para sufi yang mempelajari tarekat yang dikembangkan al-Qusyairi. Berbeda dengan tren sebagian kaum sufi belakangan yang ambisius melakukan amalan-amalan sufiah untuk mendapatkan ilmu kasyf kemudian memperlihatkannya di depan masyarakat. Demikian yang disebutkan dan dikritik oleh al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulum al-Din.

Penjelasan:

Tasawuf adalah cabang ilmu dalam Islam yang menekankan aspek tazkiyatun nafs atau pensucian diri manusia. Tasawuf adalah metode pendidikan ruhani dan adabi yang dapat menjadikan seorang Muslim naik sampai pada derajat ihsan seperti penjelasan Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama, “Ihsan adalah kamu beribadah, seakan-seakan kamu dapat melihat Allah. Jika kamu tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim)