KH Ahmad Dahlan telah mencerminkan pengalaman sila kelima Pancasila karena
Jawaban:
Kemerdekaan Indonesia yang berusia 73 tahun masih banyak menyisakan permasalahan bagi bangsa ini. Tak terkecuali dalam menerapkan sila kelima Pancasila yakni “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sila ini masih kerap menjadi dilema ketika melihat kenyataan yang ada di negeri ini. Khususnya dengan banyaknya ketimpangan sosial yang terjadi.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Buya Syafi’i Ma’arif saat menjadi salah satu pemateri dalam Kuliah Pakar, yang diselenggarakan oleh Program Doktor Politik Islam-Ilmu Politik, Megister Ilmu Pemerintahan, Megister Hubungan Internasional dan Ahmad Syafi’I Ma’arif (ASM) School of Political Thought and Humanity Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kuliah pakar yang digelar pada Senin (9/4) di Ruang Sidang Direktur Pascasarjana UMY ini, membahas tentang permasalahan sosial yang ada di Indonesia. Selain Buya Syafi’i Ma’arif, hadir pula Apolo Safano Rektor Universitas Cendrawasih Papua sebagai pembicara.
Buya Syafi’i berpendapat banyak politisi yang tidak faham dengan bangsanya sendiri. “Tidak banyak menteri, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan politisi yang faham dengan kondisi ini. Pembangunan yang tidak merata menyebabkan ketimpangan pada daerah yang berada jauh dari hingar bingar cepatnya perputaran ekonomi. Sebagai contoh, Papua menjadi daerah yang menduduki peringkat pertama tingkat kemiskinan, sedangkan DKI Jakarta menempati posisi paling buncit,” ujarnya.
Buya juga menyampaikan bahwa “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menjadi sila yang kerap menjadi dilema ketika melihat kenyataan yang ada di negeri ini. Banyaknya ketimpangan sosial yang menjadi pekerjaan rumah bagi para politisi seakan tidak berpedoman dengan pancasila. Padahal Pancasila menurut Buya, bisa menjadi pedoman dalam bernegara bagi para pemimpin saat ini.
Jawaban:
Kemerdekaan Indonesia yang berusia 73 tahun masih banyak menyisakan permasalahan bagi bangsa ini. Tak terkecuali dalam menerapkan sila kelima Pancasila yakni “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sila ini masih kerap menjadi dilema ketika melihat kenyataan yang ada di negeri ini. Khususnya dengan banyaknya ketimpangan sosial yang terjadi.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Buya Syafi’i Ma’arif saat menjadi salah satu pemateri dalam Kuliah Pakar, yang diselenggarakan oleh Program Doktor Politik Islam-Ilmu Politik, Megister Ilmu Pemerintahan, Megister Hubungan Internasional dan Ahmad Syafi’I Ma’arif (ASM) School of Political Thought and Humanity Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kuliah pakar yang digelar pada Senin (9/4) di Ruang Sidang Direktur Pascasarjana UMY ini, membahas tentang permasalahan sosial yang ada di Indonesia. Selain Buya Syafi’i Ma’arif, hadir pula Apolo Safano Rektor Universitas Cendrawasih Papua sebagai pembicara.
Buya Syafi’i berpendapat banyak politisi yang tidak faham dengan bangsanya sendiri. “Tidak banyak menteri, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan politisi yang faham dengan kondisi ini. Pembangunan yang tidak merata menyebabkan ketimpangan pada daerah yang berada jauh dari hingar bingar cepatnya perputaran ekonomi. Sebagai contoh, Papua menjadi daerah yang menduduki peringkat pertama tingkat kemiskinan, sedangkan DKI Jakarta menempati posisi paling buncit,” ujarnya.
Buya juga menyampaikan bahwa “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menjadi sila yang kerap menjadi dilema ketika melihat kenyataan yang ada di negeri ini. Banyaknya ketimpangan sosial yang menjadi pekerjaan rumah bagi para politisi seakan tidak berpedoman dengan pancasila. Padahal Pancasila menurut Buya, bisa menjadi pedoman dalam bernegara bagi para pemimpin saat ini.
Penjelasan: maaf klo salah
tandai jika benar