Kisah malam Nuzulul Qur’an​

Posted on

Kisah malam Nuzulul Qur’an​

Peritiwa turunnya Alquran ini melalui perantara Malaikat Jibril.

Penjelasan:

Malam Nuzulul Quran pada 17 Ramadhan, merupakan peristiwa penting turunnya ayat pertama Alquran. Surat pertama yang turun adalah Al-‘Alaq ayat 1 sampai 5.

Peritiwa turunnya Alquran ini melalui perantara Malaikat Jibril.

Saat itu Nabi Muhammad S.A.W, berkhalwat di Gua Hira, Jabal Nur.

Gua Hira berjarak kurang lebih 6 kilometer dari Mekkah.

Nuzulul Quran dalam bahasa Indonesia berarti turunnya Alquran. Secara istilah peristiwa turunnya Alquran ini diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia.

Kala itu Alquran sebagai pencerah umat Islam yang masih dipimpin oleh kelompok jahiliyah.

Nabi Muhammad S.A.W, diutus ke tanah Arab untuk meluruskan kembali ajaran-ajaran mereka yang sesat.

Turunnya Alquran terjadi pada malam 17 Ramadhan. Ketika itu Nabi Muhammad S.A.W, berusia 40 tahun.

Nabi Muhammad S.A.W meminta izin istrinya, Khadijah untuk merenung dan mengasingkan diri.

Keinginan Nabi Muhammad ini sudah diatur oleh Allah SWT. Khadijah lalu memberi bekal air dan roti gandum.

Tempat yang dituju Nabi Muhammad untuk merenung adalah Gua Hira. Gua ini terletak di Jabal Nur berjarak kurang lebih 2 mil dari Mekah (Jabal al Nour – جبل النور , The Mountain of Light).

Dari terjemahan bebas, Jabal artinya gunung sementara Nur adalah cahaya. Gua Hira merupakan gua kecil berukuran 4 hasta dan lebar 1,75 hasta.

Nabi Muhammad tinggal di dalam gua selama sebulan penuh di bulan Ramadhan. Ketika berada di gua, Rasul melakukan ibadah dan merenungkan fenomena alam dan mahakuasa penciptaan yang menyertainya.

Kemudian Malaikat Jibril turun membawa wahyu.

Allah SWT memilih menurunkan wahyunya kepada Nabi Muhammad SAW di usia 40 tahun, ada alasannya.

Usia 40 tahun merupakan puncak kematangan jiwa manusia.

Ketika Rasul genap berusia 40 tahun, tanda kenabian mulai jelas.

Di antaranya, bebatuan di Mekkah menghaturkan salam kepada beliau.

Beliau juga mengalami ru’yah shiddiqah (mimpi hakiki). Mimpi ini tampak begitu nyata, sejelas terangnya waktu fajar.

Mimpi ini sempat dituturkan Aisyah dalam hadits berikut ini yang artinya:

“Turunnya wahyu kepada Rasulullah diawali dengan ru’yah shidiqah (mimpi hakiki) dalam tidur.

Beliau bermimpi sangat jelas, sejelas terangnya waktu fajar. Kemudian beliau mulai suka mengasingkan diri. Beliau biasa mengasingkan diri di Gua Hira.

Beliau ber-tahannuts (beribadah) di dalamnya gua. Kemudian beberapa malam lalu pulang kepada keluarganya karena harus berbekal untuk tinggal di sana.

Khadijah memberi bekal untuk keperluan yang sama, sampai turunlah wahyu ketika Rasul beada di Gua Hira.

Malaikat Jibril datang dan berkata ‘Bacalah!’ Beliau menjawab, ‘Aku tidak bisa membaca’.

Rasulullah mengisahkan, “Malaikat Jibril memegangku dan mendekapku sampai aku merasa begitu payah, lalu dia melepaskanku.

Lalu Dia berkata lagi, ‘Bacalah!’ Aku menjawab, Aku tidak bisa membaca.

Malaikat Jibril kemudian memegangku dan mendekapku untuk ketiga kalinya. Sampai aku merasa begitu payah, kemudian dia melepaskan aku.

Kini ia membaca, "Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya’.” (QS. Al-Alaq: 1-5).