Latar blakang tentang gabungan buku fiksi dengan proposal
Pada hakitanya sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Walaupun berbentuk fiksi, misalnya cerpen, novel, dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata sehari-hari. Hanya saja dalam penyampaiannya, pengarang sering mengemasnya dengan gaya yang berbeda-beda dan syarat pesan moral bagi kehidupan manusia.
Menurut Iswanto dalam Jabrohim yang dikutip dari (http://teguhwirwan. blogdetik.com), “Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial disekitarnya”. Pendapat tersebut mengandung implikasi bahwa karya sastra (terutama cerpen, novel, dan drama) dapat menjadi potret kehidupan melalui tokoh-tokoh ceritanya.
Nugraheni Eko Wardani (2009: 15) mengemukakan bahwa novel adalah fiksi yang mengungkapkan cerita tentang kehidupan tokoh dengan problematika dan nilai-nilainya yang mencari nilai otentik dalam dunianya.
Menurut peneliti dalam sebuah karya sastra fiksi, pastilah terdapat sebuah ide pokok yang menjadi landasan pembangunnya. Karena dari ide pokok tersebutlah, seorang pengarang dapat mengembangkan karya sastra buatannya. Khususnya pada novel, biasanya terdapat satu ide pokok utama dan beberapa ide pokok tambahan yang berfungsi sebagai media untuk menyampaikan ide pokok utama pada penikmat karya sastra. Beberapa ide pokok tambahan ini berupa permasalahan, pertentangan, percekcokan ataupun perselisihan yang dialami oleh para tokoh yang ada dalam sebuah karya sastra. Permasalahan, pertentangan, percekcokan ataupun perselisihan ini sering kita kenal dengan istilah konflik.
Manusia dijadikan objek sastrawan sebab manusia merupakan gambaran tingkah laku yang dapat dilihat dari segi kehidupannya. Tingkah laku merupakan bagian dari gejolak jiwa, sebab dari tingkah laku manusia dapat dilihat gejala-gejala kejiwaan yang pastinya berbeda satu dengan yang lain. Konflik batin termasuk permasalahan kepribadian, konflik batin merupakan suatu perbuatan yang terlalu sering dilakukan yang bertentangan dengan suara batin, di dalam kehidupan yang sadar, pertentangan tersebut akan menyebabkan pecahnya pribadi seseorang, sehingga di dalamnya akan selalu dirasakan konflik-konflik jiwa (Agus Sujanto dkk, 2006: 12).
Pada diri manusia dapat dikaji dengan ilmu pengetahuan yakni psikologi yang membahas tentang kejiwaan. Oleh karena itu, karya sastra disebut sebagai salah satu gejala kejiwaan (Ratna, 2004: 62). Karya sastra yang merupakan hasil dari aktivitas penulis sering dikaitkan dengan gejala-gejala kejiwaan sebab karya sastra merupakan hasil dari penciptaan seorang pengarang yang secara sadar atau tidak sadar menggunakan teori psikologi. Di dalam buku yang sama Ratna (2004:350) menyatakan bahwa, “Psikologi Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis”. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam penganalisis sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra. Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi Sastra”. Artinya, dengan meneliti sebuah karya sastra melalui pendekatan Psikologi Sastra, secara tidak langsung kita telah membicarakan psikologi karena dunia sastra tidak dapat dipisahkan dengan nilai kejiwaan yang mungkin tersirat dalam karya sastra tersebut.
Peneliti tertarik untuk mengkaji novel Cinta di Ujung Sajadah karya Asma Nadia. Hal ini dikarenakan oleh adanya tokoh Cinta yang ditampilkan secara apik oleh pengarang. Dalam novel ini digambarkan sosok seorang anak perempuan yang begitu tabah dalam menjalani hidupnya. Padahal begitu banyak permasalahan yang menghiasi kehidupannya, baik konflik antara dirinya dengan orang-orang yang ada disekitarnya maupun konflik antara dia dengan dirinya sendiri. Akan tetapi dalam novel ini pengarang lebih banyak menggambarkan konflik batin yang dialami oleh tokoh Cinta, penggambaran kejiwaan Cinta akibat permasalahan yang secara bertubi-tubi menyerangnya telah menarik begitu banyak perhatian pembaca. Sehingga tidak heran jika novel Cinta di Ujung Sajadah karya Asma Nadia ini menjadi salah satu novel Best Seller di Indonesia.
Oleh karena itu peneliti memilih untuk meneliti konflik batin dikarenakan konflik psikologis tersebut kerap terjadi pada kehidupan nyata dan peneliti memiliki hasrat ingin tahu, apakah penerapan konflik batin pada novel tersebut dapat dianalisis sesuai dengan ilmu psikologi kepribadian. Sehingga menjadikannya ke dalam suatu penelitian yang berjudul:
Konflik batin tokoh utama pada novel Cinta di Ujung Sajadah karya Asma Nadia (pendekatan psikologi sastra).