Lembaga kebudayaan pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia disebut ….
Jepang mendirikan Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) tanggal 1 April 1943 di Jakarta
Dalam penjelasannya pada waktu peresmian berdirinya Keimin Bunka Shidosho disebutkan bahwa badan ini bertugas memimpin dan menilik budaya umum untuk meningkatkan derajat (mutu) budaya rakyat asli. Akan tetapi semua itu tidak lepas dari kepentingan Jepang, karena disebutkan bahwa maksud dan tujuan utama dari badan ini, ialah menamakan dan menyebarkan Keimin Bunka Shidosho mempunyai bagian-bagian, antara lain bagian musik, bagian sandiwara, bagian seni-tari dan bagan seni lukis. Beberapa karya sastra yang mendukung politik Tiga A diantaranya : Tjinta Tanah Sutji karangan Nur Sutan Iskandar, Palawidja karangan Karim Halim; Angin Fudji karangan Usmar Ismail, adalah karya sastra yang sejalan dengan propaganda Jepang untuk menggelorakan semangat berjuang dan berkorban untuk kepentingan “Asia Timur Raya”.
Pembahasan
Penjajahan Jepang di Bidang kesenian
Demi alasan politik anti Barat-nya, Jepang mendirikan Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) tanggal 1 April 1943 di Jakarta. Fungsi lembaga ini mewadahi aktivitas budayawan Indonesia agar tidak menyimpang dari tujuan Jepang. Tanggal 29 Agustus 1942, lembaga ini mengadakan pameran karya pelukis lokal Indonesia seperti Basuki Abdoellah, Agus Djajasoeminta, Otto Djaja Soetara, Kartono Joedokoesoemo, dan Emiria Soenassa. Selain itu, ia juga memfasilitasi R. Koesbini dan Cornel Simanjuntak membentuk grup seni suara yang melahirkan lagu-lagu nasional Indonesia. Lahirlah lagu-lagu nasional Kalau Padi Menguning Lagi, Majulah Putra-Putri Indonesia, Tanah Tumpah Darahku. Keimin Bunka Shidosho juga memungkinkan Nur Sutan Iskandar melahirkan karyanya Tjinta Tanah Sutji, Karim Halim melahirkan Palawidja, atau Usmar Ismail dengan Angin Fudji. Seni drama karya budayawan Indonesia juga lahir seperti Api dan Tjitra (temanya pengabdian tanah air) karya Usmar Ismail, Taufan di atas Asia atau Intelek Istimewa karya Abu Hanifah.
Agustus 1943 Jepang membentuk Persatuan Aktris Film Indonesia (Persafi). Persafi mendorong artis-artis profesional dan amatir Indonesia bereksperimen dengan mementaskan lakon-lakon terjemahan bahasa asing ke bahasa Indonesia. Sandiwara, sebagai salah satu bentuk seni peran, juga berkembang di bawah pendudukan Jepang karena sebelum Perang Pasifik, pertunjukan sandiwara hampir tidak dikenal di Indonesia.
Pengaruh Jepang Dalam Bidang Pendidikan
Masa pendudukan Jepang di Indonesia adalah masa yang sangat berpengaruh bagi perkembangan Indonesia. Umumnya beranggapan bahwa masa pendudukan Jepang adalah masa paling kelam dan penuh penderitaan. Akan tetapi tidak semuanya itu benar, ada beberapa kebijakan pemerintah pendudukan Jepang yang memberikan dampak positif, salah satunya adalah dalam bidang pendidikan.
Kebijakan yang diterapkan pemerintah Jepang di bidang pendidikan adalah menghilangkan diskriminasi/perbedaan siapa yang boleh mengenyam/merasakan pendidikan. Pada masa Belanda, Anda tentu masih ingat, yang dapat merasakan pendidikan formal untuk rakyat pribumi hanya kalangan menengah ke atas, sementara rakyat kecil (wong cilik) tidak memiliki kesempatan. Sebagai gambaran diskriminasi yang dibuat Belanda, ada 3 golongan dalam masyarakat:
- Kulit putih (Eropa)
- Timur Aing (Cina, India dll)
- Pribumi
Pola seperti ini mulai dihilangkan oleh pemerintah Jepang. Rakyat dari lapisan manapun berhak untuk mengenyam pendidikan formal. Jepang juga menerapkan jenjang pendidikan formal seperti di negaranya yaitu: SD 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun. Sistem ini masih diterapkan oleh pemerintah Indonesia sampai saat ini sebagai satu bentuk warisan Jepang.
Pelajari Lebih Lanjut
- Materi tentang penjajahan jepang brainly.co.id/tugas/22161010
- Materi tentang masa penjajahan jepang brainly.co.id/tugas/812497
- Materi tentang dampak penjajahan jepang terhadap indonesia brainly.co.id/tugas/13243647
—————————-
Detil Jawaban
Kelas: 11
Mapel: Sejarah
Bab:
4
Kode: 11.3.4
Kata Kunci: jepang, kesenian, pendidikan