Mengapa jepang membentuk pasukan militer dan semi militer
Utuk membantu jepang d PD 2
maaf kalo salah
Pada tahun 1943 terjadi perubahan politik
dunia, di mana blok As (Jerman, dkk.) telah menderita kekakalahan di
mana-mana. Jepang mulai cemas terhadap serangan balasan Sekutu yang
semakin ofensif dalam perang pasifik. Kondisi ini membuat Jepang mulai
bersikap lunak terhadap negeri-negeri jajahannya. Kepada bangsa Indonesia
diberi kesempatan untuk ambil bagian dalam uruasan pemerintahan. Untuk
itulah dibentuk Tjihio Sangi Kai (semacam Dewan Daerah) dan Tjuai Sangi
In (semacam Dewan Rakyat) dengan Ir. Soekarno sebagai ketua dan RMAA
Kusumoutoyo dan dr. Buntaran sebagai wakil ketua. Sementara itu Perang
Pasifik semakin mendesak kekuatan Jepang. Untuk itu Jepang memerlukan
bantuan rakyat daerah pendudukan untuk menahan laju ofensif tentara
Sekutu. Pemerintah Jepang mulai memikirkan pengerahan pemuda-pemuda
Indonesia guna membantu usaha peperangannya. Jepang mulai beralih ke
strategi defensif di mana Indonesia menjadi front depan (Nugroho: 1993).
Berdasarkan keputusan sidang parlemen ke-82 di Tokyo,
Perdana Menteri Tojo mengemukakan perlunya dibentuk barisan semi
militer dan militer di Indonesia. Pada bulan Januari 1943 dibukalah
sebuah pusat latihan militer untuk pemuda-pemuda Indonesia yang dikenal
dengan ”Sainen Dojo” di Tanggerang. Seinen Dojo ini dipimpin oleh
perwira pelatih Jepang Yanagawa, dibantu oleh M.Nakajima seorang Jepang
yang besar di Indonesia dan pro terhadap Kemerdekaan Indonesia. Di
Seinen Dojo ini para pemuda diberi latihan militer yang sangat berat. Di
tempat ini juga dibentuk karakter pemuda semangat dan keberanian
berkorban tentara Jepang yaitu ”Seisin” . Karakter-karakter ”Seisin”
seperti ”Tai atari”, ”Jibaku”, ”Harakiri” inilah yang kelak amat berguna
dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di Sainen Dojo ini juga kelak
lahir pahlawan-pahlawan kemerdekaan seperti Letnan Jenderal A. Kemal
Idris, Letnan Jenderal A. Kosasih, dan Mayor Daan Mogot.
Keberhasilan Seinen Dojo dalam melatih pemuda-pemuda
Indonesia membuat Jepang membentuk organisasi-organisasi semi militer
lain dalam rangka membantu tentara Jepang dalam peperangannya. Dalam
bulan April 1943 dibentuklah organisasi-organisasi pemuda yang diberi
latihan militer, yaitu antara lain:
1. Barisan Pemuda (Seinendan)
Organisasi ini
dimaksudkan untuk melatih dan mendidik pemuda agar mampu menjaga dan
memepertahankan tanah airnya dengan kekuatannya sendiri, sedangkan
tujuan sesungguhnya adalah agar Jepang mempunyai kekuatan cadangan dalam
menghadapi Sekutu dalam perang pasifik yang semakin ofensif. Pada awal
pembentukannya jumlah anggota Seinendan tercatat 3.500 orang dan
kemudian berkembang mencapai jumlah sekitar 500.000 orang pada akhir
pemerintahan Jepang.
Susunan Seinendan terdiri atas:
a.Dancho(Komandan)
b.Fuku Dancho(Wakil Komandan)
c.Komon(Penasehat)
d.Sanyo(Anggota Dewan Pertimbangan)
e.Kanji(Administrator)
Yang pasti bahwa organisasi ini digunakan untuk mengamankan garis
belakang dan sebagai barisan cadangan. Selain itu dibentuk pula
Seinendan putri yang membantu pelaksanaan garis belakang.
2. Barisan Pembantu Polisi (Keiboidan)
Keiboidan adalah organisasi pemuda (20-35 tahun) yang mempunyai tugas
kepolisian berupa penjagaan lalu lintas, keamanan desa, memelihara
keamanan dan ketertiban,dan lain-lain. Organisasi ini berada dalam
binaan Keimubu (Departemen Kepolisian) dan anggotannya berjumlah sekitar
satu juta
orang. Yang menarik dari organisasi ini ialah bahwa organisasi ini
dijauhkan dari pengaruh kaum nasionalis, sedangkan di dalam Seinendan
duduk nasionalis muda seperti Sukarni, Abdul Latief Hendraningrat, dan
lain-lain.
3.Pembantu Prajurit (Heiho)
Pada tanggal 22 April 1943 Tentara Wilayah Ketujuh mengeluarkan
peraturan tentang pembentukan Heiho (Pembantu Prajurit). Sejak saat itu
para Heiho dilatih dan dipergunakan dalam berbagai kesatuan militer di
bawah wewenang tentara wilayah ketujuh yang di dalamnya termasuk Tentara
Ke Enam Belas (yang menguasahi wilayah Jawa-Madura).
Setelah melihat latihan di Seinen Dojo pihak Jepang tidak
meragukan kemampuan Heiho dalam melaksana-kan tugas-tugas militernya.
Namun yang dikawatirkan adalah kesetiaan para Heiho terhadap usaha dan
kepentingan perang Jepang. Pihak Jepang merasa takut jika para pemuda
Indonesia yang telah terdidik dan terlatih secara militer akan memukul
balik pasukan Jepang di Indonesia.
Jumlah pasukan Heiho sampai akhir pendudukan Jepang adalah
42.200 orang yang memiliki keahlian diberbagai seluk beluk persenjataan,
tetapi di antara mereka tidak ada yang berpangkat perwira.
4. Himpunan Wanita (Fujinkai)
Pada bulan Agustus 1943 dalam rangka membentuk potensi wanita Pemerintah Jepang membentuk Fujinkai. Tenaga wanita dengan keanggotaan batas
umur 15 tahun ini digunakan digaris belakang untuk membantu dan merawat
korban perang, namun banyak juga yang dilibatkan dalam penanaman pohon
jarak untuk diambil minyaknya. Selain itu mereka juga diberikan
latihan-latihan semi militer yang meliputi baris-berbaris dan
menyelamatkan diri dari peperangan.
5.