Mengapa tayangan televisi tidak dapat disebut sebagai interaksi sosial? Tolong bantu ya kak

Posted on

Mengapa tayangan televisi tidak dapat disebut sebagai interaksi sosial? Tolong bantu ya kak

Jawaban:

Setiap tahun, media audiovisual seperti televisi, semakin bertambah jumlah penggunanya.Sekitar awal 1962, televisi masih dianggap sebagai barang tersier. Siaran televisi masih sebatas menyiarkan hiburan kecil dan berita nasional. Lambat laun, seiring perkembangan ilmu dan teknologi,kemajuan media audiovisual semakin pesat. Dari berbagai macam bentuk, warna, dan harga yang terjangkau membuat masyarakat secara massif menggunakannya.

Peran media elektronik seperti televisi dapat mengubah ritme kehidupan masyarakat. Orang cenderung  berperilaku seperti “kecanduan televisi”. Data menunjukkan 94% masyarakat Indonesia setiap hari menonton televisi lebih dari 5-6 jam perhari. Sebagian besar waktu dihabiskan untuk menonton acara menarik favorit keluarga. Acara yang paling digemari adalah ajang pencarian bakat.Jumlah penontonnya mencapai 1,2 juta di sepuluh kota besar di Indonesia (Tempo.co, 6 Maret 2013).

Hal ini membuat Reny Triwardhani tertarik untuk mengangkat kasus tersebut menjadi sebuah tesis. Ia mengamati rutinitas dan kebiasaan keluarga sebagai dampak perilaku menonton televisi. Reny merupakan mahasiswa Sekolah Pascasarjana UGM Prodi Kajian Media dan Budaya. Tesis yang berjudul “Etnografi Pemirsa Televisi di Yogyakarta : Kisah Dua Keluarga” tahun 2011 ini memakai kerangka Teori Keluarga dalam penelitiannya. Hubungan antaranggota keluarga kecil atau besar sangat terpengaruh oleh sistem interaksi. Sistem interaksi tersebut dilihat dari intensifnya anggota keluarga berkumpul sambil menonton televisi.

Penelitian ini menggunakan salah satu metode ilmu sosial yaitu etnografi. Etnografi sangat erat hubungannya dengan penelitian suatu kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat (1996), kajian etnografi meliputibahasa, sistem organisasi, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian.

Dalam penelitian ini, Reny memakai kajian etnografi pemirsa. Ia aktif berpartisipasi turun ke lapangan. Metode ini menggunakan pemahaman kontekstual dari pengalaman peneliti. Setiap hari Reny menjalankan aktivitas di rumah informan, mengamati setiap  tindakan, dan turut serta ke dalam rutinitas keseharian informan.

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yaitu mencari makna di balik fakta. Dalam hal ini, fakta yang dimaksud merupakan kejadian yang berulang-ulang, seperti menonton televisi. Televisi membuat penggunanya bergeming di depan televisi. Makna yang dicari adalah apakah perilaku menonton berpengaruh terhadap interaksi, kebiasaan, dan hubungan kekerabatan antaranggota keluarga. Perbedaan tayangan televisi dan perilaku dari kedua informan inilah yang menjadi inti metode penelitian etnografi pemirsa.

Subjek etnografi yang diteliti Reny mencakup dua keluarga dengan perbedaan strata sosial. Suatu kelas sosial dapat menggambarkan intensitas interaksi antaranggota keluarga. Selain kelas sosial, penelitian tersebut juga menggunakan parameter lain, seperti tingkat pendidikan dan kebiasaan.

. Keluarga pertama, bertempat tinggal di Pojok Sekip UGM. Keluarga tersebut terdiri dari seorang ibu sekitar 50 tahun, satu anak perempuan, dan satu cucu perempuan. Kehidupan keluarga ini menempati strata menengah, mampu mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari. Biaya tambahan didapat dengan menyewakan empat kamar yang tidak terpakai. Keempat kamar tersebut disewa oleh mahasiswi UGM yang juga menjadi subjek penelitian.

Keluarga kedua bertempat tinggal di kompleks elite Pendega Marta. Setiap rumah berkarakter sama, seperti: berpagar tinggi, berlantai dua, dan bangunan rumah yang luas. Secara ekonomi, keluarga ini termasuk golongan kelas atas. Subjek bpenelitiannya adalah suami, istri dan seorang anak, karena dua anak yang lain telah berkeluarga.

Reny menyimpulkan terdapat perbedaan perilaku menonton televisi antara dua keluarga yang diteliti. Keluarga pertama, memiliki kebiasaan menonton sinetron dan infotainment. Hampir setiap malam para anggota keluarga sibuk membicarakan acara sinetron dan paginya mengobrol santai tentang infotainment. Kebiasaan tersebut menjadi hal unik sebagai dampak menonton televisi. Kelas sosial menengah membuat mereka kurang menyukai acara berita.

Berbeda dengan keluarga pertama, kelas sosial yang tinggi membuat perilaku menonton televisi mereka berbeda. Mereka cenderung berkumpul untuk menonton acara berita di sela-sela kesibukan. Acara yang ditonton pun lebih edukatif. Bagi mereka, menonton televisi bukan suatu rutinitas untuk menemani setiap aktivitas.

Penjelasan:

Jawaban:

Karena tayangan di Televisi dampak nya,yg menonton akan terbawa suasana dan tidak akan berinteraksi kpd sesama nya,karena org tersebut lebih seru nonton Sinetron di Televisi tersebut.

Penjelasan:

JADIKAN JAWABAN YG TERBAIK