Mengubah teks drama menjadi cerpen
Jawaban:
Di kamarnya, Deni terperanjat. May tengah duduk santai di atas kasur, selonjor.
“Aku tadi pulang duluan. Kelamaan nungguin kamu!” ketusnya.
Deni buru-buru keluar kamar.
“Kenapa, Nak?” tanya Ibu, melihat Deni ngos-ngosan.
“Kamu May, kan?” tuding Deni pada Mai.
“Iya, saya Mai.”
“Abang sudah kenal?” Tia mendekati Deni.
“Dia istriku!”
Tia menoleh pada Ibu.
“Istigfar, Deni!” bentak Ibu.
Laki-laki itu berlari kembali ke kamarnya.
“Saya pamit dulu, Bu. Tia! Lain kali saya silaturahmi ke sini lagi.”
Mai buru-buru keluar rumah. Tia, Tomo, maupun Ibu, tak kuasa menahan kepergiannya.
Deni muncul lagi dari kamarnya. Tertegun memandangi Ibu dan Tia, lalu masuk kembali ke kamar.
“Kamu kenapa sih?” tanya May pada Deni.
“Kamu yang kenapa, sedang akting?”
May melipat tangan di dada, “Dasar kamu aneh!”
“Tia!” Deni berteriak memanggil adiknya.
Yang dipanggil tergopoh-gopoh mendatangi Deni. “Ya, Bang!”
“Ngobrol di sini saja! May tidak mau keluar.”
Tia terdiam.
Ibu menghela napas dalam diam, lalu pergi ke kamarnya sendiri.
“Ayo keluar, ngobrollah lagi dengan mereka!” tukas Deni pada May.
“Kamu saja jarang ngobrol dengan mereka.”
“Aku tidak tahu mau bicara apa. Aku juga khawatir mereka menanyakanmu.”
“Ya sudah. Tidak usah dibicarakan.”
“Tapi aku juga ingin normal seperti orang lainnya.”
“Kamu normal kok!”
“Kamu tidak pernah masak untukku. Aku selalu makan masakan Ibu.”
“Kamu benci aku gara-gara aku nggak bisa masak?”
“Maaf, bukan begitu. Ayo keluar!”
“Aku tidak mau.” May membantah. Ia justru tidur-tiduran di atas kasur.
Deni menyingkap selimut May, mendekatinya perlahan. “Sayang … ayolah!”
May tidak menyahut.
“Please, bangunlah! Bicara dengan adik dan ibuku.”
May hanya bergerak sedikit, tapi tidak membuka mata.
“Bangunlah, May! Aku butuh bantuanmu. Aku butuh pengakuan mereka, aku ingin hidup normal.”
May mengambil selimut tanpa membuka mata.
“Kubilang bangun!” akhirnya Deni berteriak.
May terus tidur, tak peduli.
“Aku tidak pernah memarahimu. Tapi kali ini jangan membuatku kesal. Bangun kataku!”
May tetap tak peduli.
“Bangun, sialan! Aku bilang bangun! Pergilah keluar, bicara pada ibu dan adik-adikku! Jangan biarkan orang menganggap aku gila!”
May tetap tidur.
Mengubah Naskah Drama Menjadi Cerpen
Photo by Francisco Moreno on Unsplash
Tia dan Tomo menyusul Deni ke kamarnya. Pintu kamar itu terbuka.
Deni berteriak-teriak di atas tempat tidur sambil mengobrak-abrik selimut. “Banguunn!”
Tia menggigit bibir memandangi Deni, matanya berkaca-kaca.
Deni turun dari tempat tidur, mendekat pada Tia dan Tomo, “Maaf, dia sedang tidur. Dia memang keras kepala. Tapi sebenarnya dia perempuan yang baik. Aku belum bisa mengajarinya jadi menantu dan ipar yang baik. Tapi dia istri yang baik, meski agak keras kepala.”
Deni bergerak ke sana kemari seperti orang linglung. “Tapi aku tidak akan menikah lagi. Cukup satu ini saja, kalian bersabarlah. Aku berjanji akan mengajarinya.”
Tia memeluk Tomo.
Deni terus menceracau tentang perempuan dan pernikahan. Kamarnya berantakan, tak seorang pun ada di sana.